Informasi Anggota
Melalui Sistem Informasi Anggota (SIGOTA), publik dapat melihat daftar anggota berdasarkan AKD, dapil, dan fraksi. Menu ini juga menyediakan sejumlah kanal yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana membangun transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas anggota DPR. Apa yang harus disempurnakan?
Pengantar
Melalui Sistem Informasi Anggota (SIGOTA), publik dapat melihat daftar anggota berdasarkan AKD, dapil, dan fraksi. Menu ini juga menyediakan sejumlah kanal yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana membangun transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas anggota DPR. Apa yang harus disempurnakan?
Urgensi
Idealnya, Sistem Informasi Anggota (SIGOTA) menjadi sarana untuk membangun akuntabilitas kerja dan keterhubungan yang berkualitas antara anggota DPR dengan masyarakat, partai politik, mitra kerja, dan pihak-pihak lainnya. Disebut berkualitas karena SIGOTA menyediakan sejumlah kanal informasi untuk membangun transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas anggota DPR. Dengan pengelolaan yang baik, SIGOTA juga dapat menjadi sarana untuk membangun personal branding anggota DPR. Branding di sini bukanlah manipulasi citra, tetapi memperkuat pesan di benak publik atas integritas dan kinerja nyata yang telah dilakukan oleh anggota DPR.
Secara individu, anggota berhak membangun web atau blog sendiri. Namun secara kelembagaan, DPR memiliki kewajiban untuk membangun sistem agar seluruh anggota memiliki standar sarana dan menu informasi, yang sama, untuk membangun transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Agar sarana tersebut bermanfaat secara maksimal, maka perlu ditindaklanjuti dengan kewajiban pengisiannya, bukan sebatas imbauan.
Apa saja urgensi SIGOTA bagi seorang anggota DPR dan DPR secara kelembagaan?
SIGOTA untuk Membangun Akuntabilitas Anggota
Beberapa kanal informasi pada SIGOTA yang dapat dimanfaatkan oleh anggota untuk menunjukkan akuntabilitas kinerjanya, antara lain kanal Dokumen. Kanal ini dapat diisi dengan informasi yang bersifat personal, antara lain: laporan reses anggota, laporan kunjungan dapil di luar masa reses, laporan kerja sebagai anggota komisi dan AKD lain dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan, laporan tindak lanjut atau perkembangan atas aspirasi atau pengaduan masyarakat, materi yang disampaikan oleh anggota dalam rapat termasuk pada saat fit and proper test calon pejabat negara, sikap anggota dalam sebuah pemungutan suara (voting) dan alasan yang melatarbelakanginya, laporan kinerja berkala berdasarkan masa sidang, tahun sidang, dan periode (masa bakti), Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) per tahun, dll.
Dalam sejumlah kasus terlihat bahwa sikap kritis anggota DPR tidak serta-merta menjadi sikap dari fraksi. Sikap fraksi yang cenderung kompromi terhadap kebijakan pemerintah, bisa jadi merupakan dampak dari blok politik yang sama di DPR. Konstituen perlu mendapatkan informasi seperti ini melalui anggota agar mereka tahu bahwa wakilnya telah berjuang kepentingan mereka.
Karena persoalan blok politik, maka sikap anggota yang berbeda dengan partai, umumnya tidak dipublikasikan pada web partai, fraksi, apalagi anggota. Terkait hal tersebut, ada dua tantangan pada partai politik. Pertama, memperjelas kapan anggotanya dapat bersikap sebagai trustee (bertindak secara pribadi berdasarkan pertimbangan tertentu), delegate (bertindak sesuai kehendak konstituen), politico (dapat bertindak sebagai trustee atau delegate), dan partisan (bertindak sesuai keinginan partai). Kedua, mekanisme yang dapat dilakukan anggota jika anggota berbeda sikap dengan partai (misalnya, partai tetap memberikan ruang bagi anggota untuk mengekspresikannya dalam batas tertentu). Dengan kejelasan seperti itu, maka anggota dapat mempublikasikan sikapnya atas sebuah persoalan di SIGOTA, meskipun berbeda dengan fraksi/partai, tanpa khawatir ancaman sanksi.
Laporan kegiatan yang dipublikasikan anggota di SIGOTA di atas, perlu disinkronkan dengan data-data lainnya agar lebih komprehensif dan akuntabel. Misalnya, seorang anggota mempublikasikan di SIGOTA mengenai pendapat yang disampaikan pada rapat pembahasan RUU Cipta Kerja. Idealnya, dokumen tersebut ditautkan ke risalah rapat yang dipublikasikan di SILEG, sehingga publik dapat mengetahui lebih komprehensif konteks lahirnya pendapat tersebut dan hal-hal lain yang berkembang. Karena itu, keberadaan SIGOTA, SILEG, dan yang lainnya merupakan satu kesatuan.
Sementara itu, pada aspek stakeholder, ada banyak pihak yang berkepentingan pada transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas anggota, sebagaimana tergambar pada tabel di bawah ini.
Tabel: Pihak-Pihak yang Relevan Mendapatkan Informasi Kinerja Anggota DPR
No | Pihak | Keterangan |
1 | Partai Politik | Partai politik menempatkan yang bersangkutan sebagai caleg pada pemilu legislatif. Ketika terpilih, partai yang menentukan pilihan komisi dan AKD lainnya, dengan tugas tertentu di DPR |
2 | Masyarakat |
Seluruh warga di dapil. Tanpa memandang apakah warga tersebut pemilihnya atau bukan; Kelompok/komunitas tertentu di dalam maupun di luar dapil, yang memiliki hubungan karena akad politik baik berbasis programatik, pragmatik, atau kesadaran identitas. Misal: seorang anggota DPR yang didukung oleh masyarakat adat maka keterbukaan anggota tersebut diperlukan agar masyarakat adat (bukan hanya di dapil, tapi juga se-Indonesia) mengetahui bagaimana kinerja anggota DPR yang mereka pilih). Rakyat dengan latar belakang tertentu. Misal anggota Komisi IV DPR merupakan wakil dari seluruh petani, nelayan, dan pekebun yang ada di Indonesia. Rakyat pada umumnya, karena pilihan kebijakan anggota DPR baik dalam konteks legislasi, pengawasan, maupun anggaran berpengaruh pada kehidupan rakyat seluruh Indonesia. |
3 | DPR | DPR secara institusional mengikat anggota dengan tugas, fungsi, kewenangan, hak, kewajiban (termasuk kewajiban secara administratif dan keuangan), serta kode etik secara kelembagaan. |
Di luar alasan di atas, secara umum rakyat berhak mendapatkan informasi mengenai anggota sebab pada prinsipnya DPR merupakan institusi negara. Rakyat membayar pajak sebagai salah satu sumber APBN untuk menggaji anggota DPR dan membiayai operasional DPR, dengan segenap fasilitasnya.
Selain itu, ada pihak-pihak lain yang perlu mendapatkan informasi anggota DPR karena berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi anggota DPR, yaitu mitra kerja DPR, dalam hal ini pemerintah (kementerian) dan lembaga-lembaga negara lainnya. Mereka perlu mendapatkan informasi mengenai temuan anggota DPR yang berkaitan dengan bidang kerja mereka, hasil pengawasan atas pelaksanaan program kerja yang yang sedang berjalan, dll. Misal: anggota DPR meminta agar dapilnya mendapatkan bantuan alat-alat pertanian. Terhadap program tersebut, anggota DPR perlu memastikan apakah permintaannya terpenuhi, tepat sasaran, tidak ada potensi penyalahgunaan, dll.
Pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait juga perlu mendapatkan informasi mengenai persoalan yang ditemukan anggota DPR di daerah mereka, program-program apa saja yang telah diperjuangkan oleh anggota DPR untuk daerah pemilihannya, dll. Hal serupa sebenarnya juga diperlukan oleh anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, bahkan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dari provinsi tersebut
Dari pemetaan di atas, terlihat bahwa selain untuk kepentingan partisipasi dan akuntabilitas, keterbukaan anggota DPR juga diperlukan untuk menciptakan sebuah kebijakan yang tepat dan harmonis, baik di tingkat pusat maupun daerah.
SIGOTA untuk Memperkuat Relasi dengan Konstituen
Kanal SIGOTA yang dapat dimaksimalkan oleh anggota untuk membangun relasi yang lebih dekat dengan konstituen, yaitu:
- Pada kanal ini, anggota dapat mencantumkan nomor telepon kantor di DPR, atau rumah aspirasi di dapil, dan sarana penyampaian aspirasi lain, seperti nomor seluler staf yang ditugaskan untuk melayani komunikasi dengan konstituen.
- Buku tamu. Link-nya dapat disebarkan kepada konstituen, sehingga aspirasi yang masuk dapat dikelola secara sistematis.
- Agenda dan kalender. Kanal ini seharusnya diisi dengan jadwal pertemuan yang akan dilakukan anggota dengan konstituen (tanggal, jam, tempat, dan acara).
Sebagian anggota berdalih tidak mengisi SIGOTA karena telah membangun web secara pribadi. Terhadap hal ini, sebagaimana disampaikan di atas, perlu dibedakan antara inisiatif individu dan kewajiban kelembagaan. Sebagai gambaran umum, sejauhmana web pribadi anggota dimanfaatkan dalam rangka membangun hubungan dengan konstituen, IPC melakukan penelusuran, pada 6 Agustus 2021. Hasilnya, dari 575 anggota DPR, ada 68 orang yang memiliki web pribadi. Sebagian isi web tersebut adalah kegiatan yang telah dilaksanakan anggota. Sementara informasi-informasi sebagaimana dicantumkan di atas, masih minim.
Kondisi di atas semakin menunjukkan bahwa secara kelembagaan, DPR perlu membangun sistem agar keterhubungan antara anggota dengan konstituen dan masyarakat pada umumnya, dapat terjalin dengan lebih baik.
Persentase Keterisian
Sebagai supporting system, Setjen DPR telah membuat SIGOTA dan Panduan Pengisian SIGOTA. Selain itu, pada 14 April 2021, Wakil Ketua DPR RI Bidang Politik dan Keamanan juga mengirim surat kepada seluruh pimpinan fraksi agar mengisi SIGOTA. Namun, hingga Juli 2021 jumlah anggota yang menindaklanjutinya, masih sangat minim, tidak banyak berubah dari hasil pemetaan yang dilakukan sekretariat OPI, pada April 2021.
Persentase Keterisian SIGOTA DPR RI Periode 2019-2024
No | Jenis Informasi | Persentase Keterisian |
1 | Profil Lengkap | |
– | Tempat Lahir | 100% |
– | Tanggal lahir | 100% |
– | Agama | 100% |
– | Riwayat Pendidikan | 99% |
– | Riwayat Pekerjaan | 99% |
– | Riwayat Organisasi | 80% |
– | Riwayat Pergerakan | 15% |
– | Riwayat Penghargaan | 10% |
2 | Biografi Singkat | +/- 20% |
3 | Daerah Pemilihan | < 5% |
4 | Kegiatan | +/- 20% |
5 | Agenda | 0% |
6 | Galeri Foto | +/-15% |
7 | Dokumen | < 1 % |
8 | Kontak | < 1 % |
9 | Media sosial | < 5 % |
Sumber: Analisis SIGOTA DPR RI, Sekretariat OPI DPR RI, April 2021
Analisis Kondisi SIGOTA
Kami mengidentifikasi bahwa minimnya pengisian blog anggota ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
- Bukan Kewajiban
Status pengisian SIGOTA yang bukan merupakan kewajiban kelembagaan, menjadi penyebab utama banyaknya kanal-kanal yang kosong pada blog anggota. Meski pernah ada imbauan resmi untuk mengisi SIGOTA pada periode 2014-2019 dan periode 2019-204, namun masih minim anggota yang menindaklanjutinya.
- Anggota Membangun Sistem Informasi secara Mandiri
Sebagian anggota DPR memilih mengembangkan sistem informasi sendiri. Dari 575 anggota, 68 orang di antaranya memiliki web pribadi (sebagian blog/web pribadi sudah ada, sebelum menjadi anggota DPR). Beberapa informasi yang diinginkan di blog anggota DPR tersebut, ada pada web pribadi mereka tersebut. Dari jumlah tersebut, ada 9 orang yang mentautkan blog anggota ke web atau blog pribadi mereka.
- Masalah pada Perspektif Anggota DPR
Minimnya pengisian blog juga karena perspektif sebagian anggota DPR terhadap keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas itu sendiri. Antara lain: Ada jenis informasi tertentu yang meskipun seharusnya dibuka ke publik, tapi bagi sebagian anggota, informasi tersebut tidak diinginkan untuk dipublikasikan, karena berpotensi berdampak negatif pada mereka.
Selain itu, sebagian berpendapat bahwa jalur komunikasi secara tradisional yang selama ini dibangun melalui rumah aspirasi, tim sukses, atau partai di tingkat kecamatan sudah mapan dalam membangun engagement. Apalagi tidak ada komplain dari konstituen kepada mereka dengan praktik yang selama ini dilakukan. Seluruh kondisi di atas (terutama berkaitan dengan status SIGOTA yang bukan kewajiban), berpotensi menyebabkan kemauan anggota DPR untuk mengisi SIGOTA semakin minim.
- Minimnya Ketersediaan Dokumen Risalah Persidangan untuk Diolah Kembali Anggota DPR
Dalam menyusun laporan kinerja, pandangan, dan sikap politiknya pada isu-isu tertentu untuk ditampilkan di SIGOTA, anggota DPR memerlukan sumber dari dokumen persidangan, seperti laporan singkat, catatan rapat, dan risalah yang diumumkan secara cepat dan dalam format yang mudah diolah. Dengan kondisi saat ini, anggota akan kesulitan untuk menyusun laporan-laporan tersebut karena belum maksimalnya ketersediaan dokumen persidangan pada web DPR.
Rekomendasi 1: Menentukan Proactive Disclosure
1. Kontak
Berdasarkan penelusuran kami, dari 575 anggota DPR, hanya 46 yang mencantumkan kontaknya. Sebagian besar adalah nomor telepon kantor. Idealnya, selain mencantumkan kontak kantor di DPR (nomor telepon, alamat, email resmi lembaga), anggota juga perlu mengumumkan kontak rumah aspirasi (nomor telepon, alamat), dan/atau kontak pribadi (nomor telepon, sarana komunikasi lain, misal: whatsapp yang dikelola oleh staf atau asisten anggota).
2. Agenda atau Jadwal Pertemuan dengan Konstituen
Agenda pertemuan dengan konstituen perlu dicantumkan untuk memberi kepastian kapan dan di mana seorang anggota dapat ditemui secara langsung atau secara daring. Di SIGOTA, pada umumnya agenda yang umumkan adalah agenda yang telah dilaksanakan bukan agenda yang akan datang. Berikut ini contoh jadwal yang ditetapkan anggota parlemen Singapura untuk bertemu dengan konstituennya. Di DPR RI, ada reses dan kunjungan dapil di luar masa reses. Agenda tersebut, idealnya diumumkan di SIGOTA, termasuk jadwal dan link pertemuan secara online.
3. Kinerja Pada Masa Sidang Berjalan
Ada beberapa pola penyampaian kinerja anggota DPR pada masa sidang yang sedang berjalan, antara lain, kinerja berdasarkan fungsi, sebagaimana tergambar pada tabel di bawah ini.
Tabel: Informasi Kinerja DPR berdasarkan Fungsi
No | Fungsi | Contoh |
1 | Legislasi |
|
2 | Pengawasan |
|
3 | Anggaran |
|
4 | Representasi |
|
5 | Lain-lain |
Kinerja anggota DPR terkait
|
Berikutnya, pola laporan kinerja juga dapat diolah berdasarkan jenis kelembagaan yang diikuti anggota, seperti AKD (komisi, Badan Legislasi, pansus, dll), non AKD seperti Kaukus Ekonomi Hijau, dan organisasi anggota parlemen di tingkat internasional seperti Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC). Di setiap kelembagaan tersebut, anggota dapat memberikan laporan mengenai perkembangan isu yang diperjuangkan, langkah yang dilakukan, dan penerima manfaat, yang disertai dengan dokumen pendukung, seperti risalah, voting record, video, dll.
Informasi mengenai daerah pemilihan, yang perlu disampaikan melalui SIGOTA, antara lain: batas-batas administratif sesuai ketentuan pendapilan; profil dapil yang dapat diolah dari data Biro Pusat Statistik (BPS) agar lebih ringkas, relevan, dan mudah dipahami oleh masyarakat pada umumnya; serta data tematik/spesifik yang ditemukan oleh partai, fraksi, anggota DPR, tim yang dibentuk anggota DPR, atau data dari lembaga lain yang kredibel. Misalnya: sebaran penduduk yang mengalami kesulitan air bersih, peta jalan yang belum beraspal, data jalan rusak akibat mobil pengangkut tambang batubara, dll. Tentu, akan lebih baik lagi jika data ini disertai dengan informasi mengenai upaya apa yang akan, sedang, dan telah dilakukan oleh anggota DPR untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan demikian, data dapil jadi lebih bermakna, karena menyatu dengan visi, misi, dan langkah-langkah strategis anggota DPR.
6. Layanan Konstituen
Layanan konstituen meliputi layanan yang diberikan kepada konstituen sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan sebagai anggota DPR, misalnya: menyalurkan aspirasi konstituen kepada pihak eksekutif dan mengawal prosesnya hingga aspirasi tersebut terpenuhi; menyerap masukan publik pada pembentukan UU; dan menerima aduan terkait pelaksanaan undang-undang. Selain itu, beberapa anggota DPR membuat program layanan yang sifatnya individu, misalnya: menyiapkan mobil ambulan secara gratis untuk warga, memberikan beasiswa, dll.
7. Media Sosial
Media sosial anggota DPR penting disampaikan ke publik untuk menjangkau lebih banyak aspirasi dari:
- konstituen (representasi wilayah);
- masyarakat dengan latar belakang mata pencaharian/profesi tertentu (representasi fungsional/kelembagaan. Misalnya, nelayan-nelayan di Indonesia yang diwakili oleh anggota Komisi IV DPR);
- masyarakat dengan identitas tertentu (representasi identitas. Misalnya, masyarakat adat di Indonesia); dan
- anggota partai politik, kader partai politik, atau masyarakat yang memiliki party-ID pada partai tertentu (representasi politik).
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, WeAreSocial melansir jumlah pengguna media sosial aktif di Indonesia pada tahun berjumlah 170 juta orang. Melihat tren dalam beberapa tahun ini, maka kemungkinan besar angka tersebut terus bertambah di tahun-tahun berikutnya. Karena itu, anggota DPR perlu beradaptasi dengan situasi tersebut dalam hal penjangkauan konstituen (constituency outreach).
Sementara itu, temuan sekretariat Open Parliament Indonesia DPR RI, anggota DPR yang mencantumkan media sosialnya di SIGOTA, masih di bawah 5%. Padahal data IPC menyebutkan, per Agustus 2021, anggota DPR yang aktif menggunakan media sosial relatif banyak.
Jika dikaitkan dengan posisi sebagai anggota DPR, idealnya media sosial dimanfaatkan untuk menyajikan informasi kegiatan, seperti kunjungan kerja, rapat; menyampaikan opini anggota DPR terhadap isu tertentu. Misalnya, tanggapan terhadap rencana kenaikan BBM, kebijakan penanganan pandemi; dan memperkuat fungsi representasi dengan membangun interaksi kepada masyarakat. Masyarakat akan antusias membangun komunikasi jika ada respon positif dari anggota DPR, ada relevansi dengan kepentingannya, dan ada kejelasan tindak lanjut. Untuk itu, diperlukan sebuah tim yang mengelola partisipasi publik secara digital ini.
Informasi-informasi di atas: kontak, agenda atau jadwal pertemuan dengan konstituen, dan laporan kinerja, dapil, dan media sosial merupakan informasi penting bagi konstituen, partai, mitra kerja, dan pihak-pihak lain sebagaimana disampaikan di atas. Hal-hal lain seperti perbaikan desain, tampilan, tata telak, dan user interface menyusul kemudian setelah hal-hal di atas dibenahi (kejelasan status SIGOTA, contoh pimpinan, kejelasan informasi yang ditampilkan, sebagaimana dijelaskan di atas).
Rekomendasi 2: Menetapkan SIGOTA sebagai Kewajiban
Secara kelembagaan, DPR perlu membangun sebuah sistem informasi anggota, yang pengisiannya bersifat wajib bukan sukarela, sebagaimana terjadi selama ini. Jika pun anggota ingin membangun atau telah memiliki web pribadi, hal tersebut seharusnya tidak menghilangkan kewajiban pengisian SIGOTA. SIGOTA sendiri idealnya berisi informasi substantif yang bermanfaat untuk memperkuat fungsi representasi anggota DPR.
Pengisian SIGOTA sendiri bukanlah perkara sulit. Ini dapat dijalankan oleh asisten anggota atau tenaga ahli anggota, yang jumlahnya cukup memadai. Untuk memastikan agar SIGOTA diisi secara lengkap, tepat, dan diperbaharui, maka fraksi dapat diperankan untuk menjalankan fungsi review, monitoring, dan evaluasi secara berkala.
Selain menjadi kewajiban anggota, di saat yang sama, pimpinan DPR dan pimpinan fraksi perlu menjadi contoh pengelolaan SIGOTA bagi anggota DPR lainnya. Meski anggota memiliki web sendiri, informasi di SIGOTA seharusnya tetap diisi. Jika pun ingin ditautkan, cukup dengan menaruh informasi web anggota tersebut pada menu pada salah satu menu di SIGOTA, bukan mengganti total SIGOTA dengan web anggota.
Rekomendasi 3: Peningkatan Kapasitas Sistem Pendukung
Salah satu kendala lemahnya pengelolaan SIGOTA adalah belum terstrukturnya sistem pendukung anggota DPR yang ditugaskan khusus untuk mengelola SIGOTA. Untuk menjawab itu, dibutuhkan antara lain penetapan menu utama dan aspek teknis SIGOTA yang disusun berdasarkan kesepakatan bersama. Menu tidak hanya mencakup penyampaian informasi, tetapi juga pelayanan anggota DPR terhadap konstituen; penetapan panduan teknis pengelolaan SIGOTA bagi anggota DPR, tenaga ahli, dan staf pengelola SIGOTA; penetapan tupoksi tenaga ahli dan/atau staf pengelola SIGOTA; pengembangan kapasitas tenaga ahli atau staf pengelola SIGOTA; pengembangan sistem monitoring, salah satunya dengan cara penentuan indikator kinerja setiap tenaga ahli dan/atau staf pengelola SIGOTA, dan pengembangan forum untuk memperoleh feedback dari anggota DPR dan konstituen.