INDEKS KINERJA LEGISLASI DPR RI

  • Indek Kinerja Legislasi (IKL) merupakan metode penilaian terhadap kinerja legislasi DPR secara berkala terhadap dimensi efektivitas prosedur, transparansi, partisipasi, keterterimaan publik, dan kesesuaian prosedur, yang dikembangkan IPC.
  • Khusus Objek IKL Tahun 2021, difokuskan pada 8 RUU selama Tahun Sidang 2020-2021
  • Sumber data dalam IKL ini berasal dari Laporan Singkat pada website DPR, Youtube, akun resmi media sosial DPR RI, dan berita di media elektronik.
  • Hasil rerata lima dimensi dalam IKL 2021 adalah 36,2. Tidak ada satu pun dimensi yang memperoleh kategori baik atau sangat baik. Skor tertinggi ada pada dimensi efektivitas prosedur (52,07). Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja legislasi perlu untuk perbaiki.
  • Hingga saat ini, belum ada sebuah indeks untuk mengukur kinerja legislasi DPR RI, pada sisi proses secara detil (seperti keterbukaan, partisipasi, dan ketaatan prosedur). Pada umumnya, penilaian atas kinerja legislasi dilakukan dengan membandingkan antara jumlah RUU dalam tahap perencanaan dan capaian di akhir tahun Prolegnas baik tahunan maupun jangka menengah (satu periode DPR).  
  • Ketiadaan indeks menyebabkan tidak adanya tolok ukur yang komprehensif, objektif, dan ilmiah untuk menilai kinerja legislasi DPR. Hal ini akan berdampak pada tidak utuhnya pemetaan problem legislasi dan upaya perbaikannya pada sisi proses (formil).
  • Oleh karena itu, dibutuhkan suatu terobosan untuk memberikan gambaran kinerja legislasi yang komprehensif. Pada tahun 2021, IPC mengembangkan sebuah model penilaian kinerja legislasi DPR yang diberi nama Indeks Kinerja Legislasi (IKL).
  • Salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan IKL ini adalah “Parliament and Democracy in the Twenty-First Century: A Guide to Good Practice” yang diterbitkan IPU pada tahun 2020. Kajian ini memberikan lima kriteria untuk tercapainya Parlemen yang Demokratis yaitu: representative, open and transparent, accessible, accountable, dan effective. Kategorisasi ini diadopsi dengan sejumlah modifikasi untuk mengukur kinerja legislasi DPR RI.
  • Indeks ini terbatas pada kinerja legislasi di tahap Pembicaraan Tingkat I dan Pembicaraan Tingkat II. Ke depan, juga perlu dikembangkan indeks untuk mengukur kinerja legislasi pada tahap Perencanaan dan Penyusunan RUU.
  • Hasil dari Indeks ini akan dianalisis untuk menjadi masukan bagi perbaikan pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI, pada lima dimensi yang diukur dalam IKL.

Objek IKL adalah: RUU yang ditetapkan/disahkan dalam satu tahun sidang DPR RI (RUU prolegnas prioritas biasa dan RUU prolegnas kumulatif terbuka), dengan batasan sebagai berikut:

  • Aspek yang diteliti yaitu pada aspek formil atau proses pembentukan undang-undang, khususnya pada dimensi efektivitas prosedur, transparansi, partisipasi, keterterimaan publik, dan kesesuaian prosedur. Semua dimensi ini diturunkan ke sejumlah indikator tertentu. (Lihat Instrumen)
  • Tahapan pembentukan UU yang diteliti difokuskan pada Pembicaraan Tingkat I dan Pembicaraan Tingkat II
  • Pembentuk UU yang diteliti difokuskan pada DPR RI 
  • Sumber penelitian adalah dokumen-dokumen resmi pembentukan undang-undang yang yang diumumkan di web DPR, seperti laporan singkat, laporan alat kelengkapan dewan, laporan kinerja DPR; informasi di media sosial resmi DPR, dan berita di media online.

 

Instrumen IKL terdiri dari 5 dimensi dengan 18 indikator.

Dimensi Efektivitas Prosedur

  • Kesesusaian jadwal Pembicaraan Tingkat I sebuah RUU dengan pelaksanaan (masa sidang, tanggal sidang, waktu sidang).
  • Kesesusaian jadwal Pembicaraan Tingkat II sebuah RUU dengan pelaksanaan (masa sidang, tanggal sidang, waktu sidang).
  • Tingkat kehadiran anggota DPR dalam sidang sebuah pembahasan sebuah RUU (secara individu dan keterwakilan fraksi)
  • Waktu penetapan prolegnas prioritas
  • Jadwal Pembicaraan Tingkat I sebuah RUU sejak ditetapkan dalam prolegnas prioritas
  • Jadwal Pembicaraan Tingkat II (penetapan) sebuah RUU sejak selesainya Pembicaraan Tingkat I
  • Jadwal Pembentukan Panja sebuah RUU

Dimensi Transparansi

  • Ditayangkan tidaknya pembahasan sebuah RUU melalui sarana yang dimiliki DPR (termasuk ketersediaan rekaman video, kualitas video/audio, keutuhan tayangan/rekaman)
  • Keragaman sarana yang digunakan untuk menayangkan pembahasan sebuah RUU

Dimensi Partisipasi

  • Dilaksanakan tidaknya RDPU dalam pembahasan sebuah RUU (termasuk jumlah pihak yang dilibatkan)
  • Dilaksanakan tidaknya Kunker untuk menyerap aspirasi atas sebuah RUU (termasuk jumlah pihak yang dilibatkan)
  • Ketersediaan mekanisme partisipasi secara online (termasuk ketersediaan fasilitas sarana partisipasi yang memungkinkan warga untuk menyampaikan aspirasi secara spesifik dan interaktif)
  • Dibuat tidaknya laporan aspirasi publik (dalam dokumen khusus atau laporan akhir AKD)

Dimensi Kesesuaian Prosedur

  • Ada tidaknya pelanggaran prosedur dalam Pembicaraan Tingkat I dan II sebuah RUU (antara lain pengusulan RUU yang tidak sesuai prosedur, penambahan materi pada RUU kumulatif terbuka selain yang ditetapkan dalam putusan MK, dan tidak dibagikannya draf RUU pada sidang Pembicaraan Tingkat II)
  • Dilibatkan tidaknya DPD pada RUU tertentu dengan materi yang ditetapkan dalam konstitusi (termasuk sejauhmana DPD dilibatkan dalam pembahasan sebuah RUU (antara lain, diminta membuat DIM pendapat akhir, dll)
  • Ketersediaan dokumen pembentukan UU

Dimensi Keterterimaan Publik

  • Ada tidaknya permohonan judicial review atas sebuah RUU yang disahkan (termasuk berapa jumlah permohonan)
  • Ada tidaknya protes publik atas RUU (termasuk bentuk-bentuk protes dan jumlahnya).

Pertanyaan-pertanyaan dalam instrument IKL disusun berdasarkan dan dengan mempertimbangkan aspek 1) peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk tatib DPR, dan 2) kondisi ideal proses legislasi yang diharapkan oleh kelompok masyarakat sipil.

 

 

Perhitungan Indeks

Indeks Kinerja Legislasi dihitung dengan merata-rata Indeks setiap dimensi yang diukur dalam kajian ini. Sementara indeks untuk masing-masing dimensi dihitung dengan merata-rata skor pertanyaan. Setiap pertanyaan dalam kajian ini memiliki bobot yang sama karena semua pertanyaan memiliki tingkat urgensi yang sama dalam mewujudkan proses legislasi di DPR RI yang berkualitas. Skor yang diberikan untuk setiap pertanyaan adalah antara 0 sampai 100.

Tehnik Analisis Data

Tehnik analisis data dilakukan dengan studi dokumen dan observasi, dimana peneliti menelaah dokumentasi rapat pembahasan RUU (objek IKL), yang bersumber dari Laporan Sidang, berita di media elektronik, channel Youtube, dan akun resmi media sosial DPR RI.

Hasil Uji Validitas & Reliabilitas

Reliabilitas instrumen yang mendukung penelitian diperoleh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah alat verifikasi yang digunakan. Penggunaan alat verifikasi dirancang untuk mengurangi kesalahan pengukuran yang mengganggu setiap pengamatan dalam penelitian. Secara teknis, keberadaan verifikator dan alat verifikasi yang memverifikasi ulang jawaban dapat disejajarkan dengan reliabilitas antar-penilai (inter-rater reliability). Verifikator mengevaluasi apakah jawaban assesor sesuai dengan bukti yang ditunjukkan dan apakah bukti tersebut mencukupi untuk memilih sebuah jawaban. Jika bukti dianggap tidak cukup, penilai perlu mencari alat verifikasi tambahan untuk mendukung klaimnya.

Selanjutnya untuk melihat reliabilitas dari lima dimensi dalam penelitian ini meggunakan Cronbach’s Alpha. Uji reliabilitas yang menghasilkan Cronbach’s Alpha 0.70, artinya bahwa instrumen tersebut dikatakan reliabel. Tabel di bawah memberikan nilai koefisien Alpha untuk lima dimensi penelitian. Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa instrumen dalam penelitian memiliki reliabilitas yang baik dengan nilai Cronbach’s Alpha tertinggi dimiliki oleh dimensi hasil yang representatif.

Tabel Hasil Uji Reliabilitas

Instrumen Jumlah Pertanyaan Chronbach’s Alpha
Efektivitas 7 0.727
Transparansi 2 0.727
Partisipasi 4 0.731
Hasil yang representatif 2 0.873
Legalitas 3 0.712

Mengenai validitas, alat bukti utama berasal dari landasan yang digunakan dalam penyusunan instrumen, yaitu regulasi formal undang-undang, peraturan menteri, dan peraturan pemerintah. Hal ini terkait dnegan validitas isi. Setiap pertanyaan berusaha memiliki dasar formal, sehingga memastikan bahwa alat tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur (efektif).

Argumen kedua atas validitas didapatkan dengan memandang lima dimensi dan dari hasil analisis dapat dilihat bahwa kelima dimensi saling terkait satu sama lain sesuai dengan yang seharusnya dalam teori. Keterkaitan ini menandakan convergent validity yang baik. Tabel di atas memberikan nilai korelasi antar dimensi tersebut.

Tabel Korelasi antar Dimensi

Instrumen Efektivitas Transparansi Partisipasi Hasil Legalitas
Efektivitas 1 .355* .294** .734* .348*
Transparansi 1 .333** .691* .500**
Partisipasi 1 .489* .539*
Hasil 1 362*
Legalitas 1

 

Skor IKL

No Skor Makna
1 100 – 81 Sangat Baik
2 61-80 Baik
3 41-60 Cukup
4 21-40 Buruk
5 0-20 Sangat Buruk 

 

TRANSPARANSI

Inter-Parliamentary Union (IPU) menetapkan salah satu karakteristik dari parlemen yang demokratis adalah Transparan. Yang dimaksud Transparan oleh IPU adalah being open to the nation through different media and transparent in the conduct of its business (menjadi terbuka kepada “Negara/Bangsa” melalui berbagai media dan transparan dalam menjalankan urusan/kewajiban). Berdasarkan rujukan di atas, Indonesian Parliamentary Center merumuskan dimensi Transparansi dalam Indeks Kinerja Legislatif sebagai sebuah proses legislasi yang dilaksanakan secara terbuka, dan ditayangkan melalui media publikasi yang dapat diakses oleh publik seluas-luasnya.

Berdasarkan rumusan konsep di atas, maka indikator Dimensi transparansi dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

  • Keterbukaan proses sidang pembahasan RUU. Ada tiga alasan utama menjadikan keterbukaan proses sebagai indikator transparansi dalam IKL. Pertama, proses sidang pembahasan RUU adalah inti dari legislasi. Kedua, karena proses sidang membahas setiap isu-isu terkait dengan RUU yang sedang dibahas, dan publik dapat mengetahui posisi masing-masing anggota dan fraksi atas isu yang dibahas. Ketiga, adanya keterbukaan proses sidang dapat meminimalisir manipulasi hasil sidang yang dapat berakibat pada mal-administrasi.
  • Media publikasi pembahasan RUU. Indikator ini dianggap penting dalam IKL karena media publikasi adalah penghubung antara masyarakat dengan proses legislasi. Pilihan media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi pembahasan RUU menentukan aksesibilitas masyarakat. Semakin luas cakupan media publikasi yang digunakan, maka semakin baik tingkat transparansi proses legislasinya.

PARTISIPASI

IPU menggunakan istilah “Accessible” yang berarti “Involvement of the public, including civil society and other people’s movements, in the work of the parliament” (Keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat sipil dan gerakan masyarakat lainnya, dalam pekerjaan parlemen). IPU menurunkan lebih lanjut prosedur dan realisasi terhadap nilai ini dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Tersedianya beragam cara bagi para konstituen untuk mengakses wakil-wakil mereka di parlemen;
  • Mekanisme partisipasi publik yang efektif dalam pengawasan pra-legislasi; hak konsultasi yang terbuka untuk para pihak yang berkepentingan; hak publik untuk membuat petisi; mekanisme komplain yang sistematis;
  • Kemungkinan untuk melobi, dalam batas-batas ketentuan hukum yang disepakati yang menjamin transparansi.

Dalam Indeks Kinerja Legislasi ini, Indonesian Parliamentary Center merumuskan dimensi “Partisipasi” sebagai sebuah proses legislasi yang didukung dengan penyelenggaraan RDPU, Kunjungan Kerja, dan laporan tindak lanjut hasil partisipasi masyarakat serta ketersediaan kanal online bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan terhadap proses pembahasan rancangan undang-undang.

Berdasarkan rumusan di atas, maka indikator Dimensi partisipasi dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

  • Dilaksanakannya Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) dan Kunjungan Kerja (Kunker) dalam pembahasan RUU. Keduanya merupakan mekanisme resmi penyerapan aspirasi dan partisipasi dalam pembentukan undang-undang.
  • Tersedianya kanal online partisipasi dalam pembahasan RUU. Adanya kanal online memberikan kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk menyampaikan masukan dan pendapatnya melalui platform digital.
  • Adanya laporan aspirasi publik. Sehingga, masyarakat dapat mengetahui usulan yang diterima dan yang diabaikan.

KESESUAIAN PROSEDUR

Dimensi ini disadur berdasarkan pengalaman dan pemantauan bertahun-tahun yang dilakukan oleh Indonesian Parliamentary Center terhadap proses legislasi, sehingga dirasa perlu untuk dijadikan dimensi tersendiri dalam mengukur kinerja legislatif. Dimensi Kesesuaian Prosedur diartikan sebagai kesesuaian proses legislasi di DPR RI dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesesuaian prosedur dalam legislasi adalah proses dimana tidak terjadi pelanggaran administratif dalam proses legislasi, melibatkan DPD dalam sidang pembahasan RUU tertentu serta tersedianya dokumen pendukung pembahasan RUU yang dapat diakses.

Berdasarkan rumusan konsep di atas, maka indikator Dimensi Kesesuaian Prosedur dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

  • Pelanggaran proses legislasi. Indikator ini didasarkan pada asumsi bahwa produk legislasi yang baik adalah yang dihasilkan dari proses yang sesuai dengan tata tertib yang berlaku.
  • Pelibatan DPD dalam proses legislasi. Keterlibatan DPD dalam proses legislasi merupakan madat keputusan Mahkamah Konstitusi, dan dipandang perlu untuk menjadi penyeimbang (check and balances) dalam internal legislatif.
  • Ketersediaan dokumen pendukung pembahasan RUU. Indikator ini adalah manifestasi dari mandat yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU No. 13 Tahun 2019 tentang MD3. Adanya dokumen tersebut juga sebagai rujukan publik dalam menanggapi proses dan isu dalam pembahasan RUU.

KETERTERIMAAN PUBLIK

Kata awal dari dimensi ini adalah “Acceptability” yang kemudian diterjemahkan menjadi keterterimaan public. Merujuk pada Cambridge Dictionary, kata Acceptability adalah the quality of being satisfactory and able to be agreed to or approved. Indonesian Parliamentary Center kemudian merumuskan dimensi di atas sebagai respon publik terhadap RUU yang disahkan oleh Presiden bersama DPR RI, baik penerimaan maupun penolakan berupa pernyataan sikap di media, petisi, demonstrasi, dan gugatan melalui Mahkamah. Berdasarkan rumusan konsep ini, maka indikator dimensi Keterterimaan Publik dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

  • Gugatan publik (litigasi)
  • Protes publik (non-litigasi)

EFEKTIVITAS PROSES

Center for Effective Lawmaking mendefinisikan “legislative effectiveness” adalah “proven ability to advance a member’s agenda items through the legislative process and into law” (Kemampuan yang terbukti untuk memajukan item agenda anggota melalui proses legislatif dan menjadi Undang-Undang).

Berdasarkan definisi di atas, IPC merumuskan Dimensi Efektivitas Proses sebagai sebuah proses legislasi yang dilaksanakan secara tepat waktu, dihadiri oleh anggota DPR secara penuh, dan memiliki panja/pansus dalam proses tersebut.

Berdasarkan rumusan konsep di atas, maka indikator Dimensi Efektivitas Prosedur dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

  • Ketepatan waktu
  • Tingkat kehadiran anggota DPR
  • Ketersediaan Panja

LAPORAN

INDEKS KINERJA LEGISLASI

DPR RI 

TAHUN SIDANG 2020-2021

14 Agustus 2020 – 13 Agustus 2021

OBJEK IKL DPR RI

TAHUN SIDANG 2020-2021

Objek IKL 2021 adalah RUU yang telah disahkan pada Tahun Sidang 2020-2021, yaitu:

 

  • RUU tentang Cipta Kerja
  • RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
  • RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021
  • RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
  • RUU tentang Bea Materai
  • RUU tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Swedia tentang Kerja Sama dalam Bidang Pertahanan
  • RUU tentang Pengesahan Protokol Untuk Melaksanakan Paket Komitmen Ketujuh Bidang Jasa Keuangan dalam Persetujuan Kerangka Kerja Asean di Bidang Jasa
  • RUU tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA

Aspek yang diteliti yaitu pada aspek formil (proses pembentukan UU) pada dimensi efektivitas, transparansi, partisipasi, keterterimaan publik, dan kesesuaian prosedur, dengan sejumlah indikator tertentu (lihat Instrumen). Penelitian dilakukan pada tahap pembicaraan tingkat I (pembahasan) dan pembicaraan tingkat II (pengambilan keputusan). Pembentuk UU yang diteliti difokuskan pada DPR RI. Sumber penelitian berasal dari dokumen resmi yang yang diumumkan di web DPR, seperti laporan singkat, laporan AKD, laporan kinerja DPR, informasi di media sosial resmi DPR, dan berita di media online. Penelitian dilakukan sejak Juli sampai dengan Desember 2021

SKOR IKL DPR RI

TAHUN SIDANG 2020-2021

Dari lima dimensi yang diteliti, tidak ada satupun yang mendapat skor baik. Dimensi efektivitas prosedur mendapat skor yang lebih tinggi dari dimensi lainnya karena dipengaruhi oleh kinerja penyelesaian RUU. Dari 8 RUU yang ditetapkan pada Tahun Sidang 2020-2021, tujuh RUU diselesaikan dalam dua masa sidang. Sementara skor terendah ada pada dimensi partisipasi. Skor ini dipengaruhi lima RUU yang dibahas tanpa partisipasi publik secara resmi melalui RDPU, sarana partisipasi legislasi dan pengelolaanya yang belum dijalankan dengan baik. Untuk informasi selengkapnya pada semua dimensi, silakan lihat pada menu Temuan. Jika skor lima dimensi di atas dirata-ratakan, maka DPR memperoleh skor 52,07.

Ahmad Hanafi

Direktur, Indonesian Parliamentary Center

SKOR RATA-RATA IKL DPR RI

TAHUN SIDANG 2020-2021

Level

Rentang Skor

Sangat Baik

81 – 100

Baik

61 – 80

Cukup

41- 60

Buruk

21- 40

Sangat Buruk

0 – 20

Hasil rerata lima dimensi dalam IKL 2021 adalah 36,2. Tidak ada satu pun dimensi yang memperoleh kategori baik atau sangat baik. Skor tertinggi ada pada dimensi efektivitas prosedur (52,07). Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja legislasi perlu untuk perbaiki.

TEMUAN DAN ANALISIS

IKL DPR RI TAHUN SIDANG 2020-2021

Kesesuaian Prosedur

  • Ada 2 RUU yang menyalahi prosedur pembentukan
  • Ada 1 RUU yang seharusnya melibatkan DPD, namun tidak dilakukan DPR
  • Keterlibatan DPD pada tiga RUU, sangat minim

Transparansi

  • Ada 92 sidang untuk membahas 8 RUU pada TS 2020-2021
  • Ada 80% sidang yang tidak disiarkan (74 dari 92)
  • Ada 20 % rapat disiarkan (18 dari 92)

Keterterimaan Publik

  • Ada 5 RUU yang mendapat protes publik
  • Ada 3 RUU tanpa protes publik (RUU terkait ratifikasi internasional)
  • Ada 4 RUU yang diuji ke MK

Efektivitas Prosedur

  • Ada 7 RUU diselesaikan dalam 2 masa sidang
  • Ada 1 RUU diselesaikan dalam 3 masa sidang
  • Tingkat kehadiran Anggota dalam rapat, rerata 65%

Partisipasi

  • Ada 5 RUU tanpa melibatkan partisipasi publik
  • Sarana partisipasi belum  memadai & belum dikelola profesional
  • Ada 6 RUU tanpa laporan aspirasi

KESIMPULAN

Dimensi Efektivitas Prosedur memperoleh skor paling tinggi dibandingkan dengan dimensi lainnya. Namun demikian, Dimensi Efektivitas Prosedur bukan yang terbaik karena skornya masih jauh dari nilai sempurna. Sementara Partisipasi adalah dimensi dengan skor paling rendah yaitu, 8.91. Ini menunjukan bahwa pelibatan publik dan penyediaan sarana partisipasi, sangat buruk.

Efektivitas Prosedur, Keterterimaan Publik, dan Kesesuaian Prosedur adalah tiga dimensi dengan skor yang masuk dalam kategori cukup baik, sementara dua dimensi lainnya yaitu Transparansi dan Partisipasi, masing-masing masuk dalam kategori buruk dan sangat buruk. Partisipasi merupakan dimensi dalam IKL dengan skor yang paling buncit. Hal ini mengindikasikan bahwa proses legislasi hanya memperhatikan prinsip-prinsip prosedural, namun mengabaikan prinsip transparansi dan partisipasi

Hasil rerata skor lima dimensi yang diukur menghasilkan skor IKL 2020-2021 sebesar 36,2 yang menunjukan bahwa kinerja legislasi adalah buruk.

REKOMENDASI

Rangkuman rekomendasi lima dimensi pada IKL DPR RI Tahun Sidang 2020-2021

Rangkuman Rekomendasi

Secara umum, DPR perlu membenahi semua dimensi yang diteliti dalam IKL ini, terutama pada dimensi partisipasi dan transparansi. Berikut ini ringkasan rekomendasi pada setiap dimensi.  

Dimensi Partisipasi

DPR perlu mengadopsi 4 prinsip partisipasi sebagaimana tertera pada Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, yaitu: 1. menghadirkan stakeholder secara memadai terutama kelompok masyarakat yang terdampak langsung atau memiliki perhatian terhadap RUUyang sedang dibahas; 2. memperbaiki mekanisme right to be heard, seperti RDPU dan audiensi, termasuk sarana penyampaian aspirasi secara online;  3. membangun mekanisme right to be considered. Misalnya, memasukkan pendapat publik pada kolom khusus di DIM RUU. 4. membangun sistem terkait right to be explainedRight to be explained idealnya disampaikan pada saat tahap pembahasan dan spesifik sehingga terjadi deliberasi atas materi RUU.  

Dimensi Transparansi

DPR perlu menyusun regulasi yang berkaitan dengan kewajiban menayangkan pembahasan RUU melalui sarana online dan menjadikannya sebagai salah satu indikator keterbukaan pembentukan UU. Penayangan pembahasan RUU juga perlu disinergiskan dengan upaya membangun interaksi dengan memberikan feedback atas respon masyarakat sekaligus memberikan sosialisasi terhadap dokumen pembentukan UU. Selain itu, DPR juga perlu mensosialisasikan jadwal penayangan sidang-sidang DPR untuk meningkatkan perhatian publik pada pembentukan sebuah UU. 

Dimensi Kesesuaian Prosedur

Salah satu cara untuk meminimalisir pelanggaran prosedur pembentukan UU adalah dengan memaksimalkan peran MKD melalui fungsi pengawasan dan pencegahan. Pintu masuknya: bahwa pelanggaran prosedur merupakan bagian dari pelanggaran UU. Sementara pelanggaran UU merupakan pelanggaran kode etik (Pasal 20 ayat (1) Peraturan DPR RI Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI). Dalam hal ini, pimpinan AKD yang bertanggung jawab dalam penyusunan dan/atau pembahasan RUU, dapat dipanggil untuk menindaklanjuti temuan dan/atau laporan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik dalam pembentukan UU. Kasus seperti telah dicontohkan MKD dalam pembentukan UU IKN terkait jumlah anggota Pansus. Untuk itu, DPR perlu mengumumkan bahwa publik dapat melaporkan kepada MKD apabila ditemukan dugaan pelanggaran prosedur pembentukan UU oleh Anggota dan/atau AKD yang sedang menyusun atau membahas sebuah RUU.  

Dimensi Efektivitas Legislasi

Konfigurasi politik berpengaruh besar pada cepatnya pembentukan UU. Agar hal ini tidak merusak mekanisme pembentukan UU, maka perlu diatur adanya mekanisme fast track legislation secara ketat. Di luar batasan itu, proses legislasi harus berjalan normal. Hal yang perlu diatur dalam mekanisme ini, antara lain materi RUU yang menggunakan fast track legislation, prosedur (termasuk meniadakan Panja), jangka waktu pembentukan, pihak yang berhak mengusulkan RUU (khusus Presiden), & pemuatan sunset clause (jangka waktu berlakunya UU).

Dimensi Keterterimaan Publik

DPR perlu meminimalisir potensi-potensi penolakan publik yang disebabkan karena faktor-faktor teknis, dengan memperbaiki sarana dan mekanisme transparansi dan partisipasi publik dengan mengacu pada prinsip meaningfull participation. Sementara pada aspek politis, perlu diciptakan ruang yang jelas dimana Anggota dapat mengambil keputusaan sebagai delegate dan trustee, tidak selalu terkooptasi sebagai partisan (tunduk pada partai). 

IKL DPR RI dibuat oleh Indonesian Parliamentary Center untuk mengukur kinerja legislasi DPR RI secara berkala (per tahun sidang).

our address

Tebet Utara III D No. 12 A Jakarta Selatan