KETERANGAN
Pada IKL DPR RI Tahun Sidang 2020-2021, Dimensi Transparansi mendapat skor 22,93. Jumlah ini merupakan gabungan dari dua indikator.
Indikator I pada IKL ini adalah ditayangkan-tidaknya pembahasan RUU melalui sarana yang dimiliki DPR (TV Parlemen, Youtube, dan Facebook). Jika ditayangkan, apakah rekaman persidangan tersebut diumumkan, bagaimana kualitas video/audio, dan keutuhan tayangan/ rekaman. Indikator II adalah keragaman sarana yang digunakan untuk menayangkan pembahasan sebuah RUU.
Untuk mengetahui jumlah sidang pembahasan 8 RUU, Tim IKL melakukan penelusuran pada web DPR dengan menghitung jumlah laporan singkat yang diumumkan. Hasilnya, terdapat 92 sidang untuk membahas 8 RUU. Data tersebut menjadi landasan tuntuk mengidentifikasi penayangan sidang DPR di media online.
TEMUAN DAN ANALISIS
1) Ada 80,4 % Sidang Tidak Ditayangkan
Sebanyak 80,4 % sidang pembahasan RUU di DPR tidak ditayangkan (74 dari 92 sidang). Sementara jumlah sidang yang ditayangkan sebanyak 18 sidang atau 19,6 %. Sebagai informasi, jumlah sidang yang paling banyak ditayangkan adalah sidang RUU Cipta Kerja (9 dari 56 sidang). Sementara itu, dari 19,6 % persen rapat yang ditayangkan, seluruhnya dalam kondisi utuh dari awal sampai dengan akhir rapat.
2) Seluruh RUU yang Ditayangkan Menggunakan Media Youtube dan Facebook
Dari 20 persen sidang yang ditayangkan (18 Sidang), seluruhnya menggunakan dua sarana penanyanan yaitu Youtube DPR RI dan Facebook DPR RI.
Banyaknya persidangan yang tidak ditayangkan, antara lain disebabkan karena DPR memang belum menjadikannya sebagai kewajiban lembaga. Sejauh ini DPR belum memiliki regulasi/panduan khusus yang mengatur mengenai penayangan pembahasan RUU di DPR. Ini berbeda dengan publikasi dokumen pembentukan undang-undang yang telah diatur dalam Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Informasi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (meskipun dalam implementasinya belum maksimal).
Karena itu, ke depan DPR perlu memperjelas mengatur penayangan pembahasan RUU ini melalui sebuah regulasi khusus. Beberapa hal perlu diperhatikan, antara lain:
1) Bahwa penayangan sidang pembahasan RUU seharusnya dimaknai sebagai bagian dari pelaksanaan asas keterbukaan pembentukan undang-undang pada sisi proses (di samping keterbukaan pada sisi hasil, berupa dokumen pembentukan undang-undang). Karena itu, penayangan ini juga perlu dinyatakan dalam peraturan DPR sebagai salah satu indikator keterbukaan pembentukan undang-undang. Di internal Sekretariat Jenderal DPR sendiri, penayangan ini perlu dihitung sebagai salah satu KPI (key performance index) atas kinerja di AKD.
2) Ketersediaan sarana publikasi secara memadai. Bisa jadi, satu AKD melaksanakan dua atau lebih kegiatan sidang legislasi atau pengawasan. Dalam kondisi seperti ini, biasanya DPR memilih menayangkan isu yang mendapat perhatian publik lebih besar. Padahal, setiap isu yang dibahas di DPR pasti memiliki relevansi pada kelompok-kelompok tertentu yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia. Secara teknis sangat mudah bagi AKD untuk membuat beberapa akun Youtube, misalnya, sehingga seluruh sidang DPR dapat disaksikan oleh masyarakat. Dengan demikian, dapat dihindari kemungkinan tumpang tindih penggunaan akun antar AKD. Ketersediaan sarana penayangan untuk Panitia Khusus (Pansus) juga perlu dibangun mengingat sifatnya yang ad-hoc sehingga berpotensi terabaikan.
3) Jenis media penayangan yang digunakan. Seperti diketahui, ada beragam media penayangan yang selama ini digunakan DPR seperti TV Parlemen, Facebook, Youtube, Twitter, dan Instagram. DPR perlu memperhatikan pemanfaatan media tersebut, baik dengan pertimbangan popularitas penggunaannya (seperti Instagram) maupun keberlanjutannya (seperti Youtube yang dapat merekam persidangan sehingga dapat dilihat pasca siaran langsung.
4) Tahapan pembentukan RUU yang ditayangkan. Sebaiknya penayangan dilakukan sejak proses perencanaan (pembentukan prolegnas) dan penyusunan RUU mengingat sejak tahap ini, DPR sudah melakukan penyerapan aspirasi.
5) Komprehensivitas penayangan. Pengaturan ini diperlukan untuk menghindari penayangan yang sifatnya parsial sehingga menyebabkan informasi yang diterima publik tidak utuh.
6) Pengaturan khusus terhadap penghentian penayangan atas pembahasan RUU dinyatakan sebagai rapat tertutup karena mengandung informasi rahasia.
7) Koordinasi unit teknis yang melakukan penayangan dengan: a. unit yang memberikan respon atas tanggapan publik pada sarana-sarana penayangan tersebut; b. unit yang terkait dengan penyediaan dokumen sidang; c. unit yang melakukan sosialisasi jadwal penayangan kepada masyarakat. Dengan demikian, penayangan sidang tidak hanya menjadi sarana publikasi tetapi juga sarana interaksi yang substantif.
8) Publikasi/pengumuman jadwal pelaksanaan penayangan siaran langsung rapat pembahasan RUU agar partisipasi masyarakat semakin besar. Sebagai contoh, pada pembentukan RUU Cipta Kerja, terdapat 20 kali penayangan sidang. Namun sidang ini hanya ditonton sebanyak 8.173 kali. Angka ini sangat jauh dari jumlah pengguna internet di Indonesia yang pada Januari 2022, mencapai 204,7 juta.
Jumlah Sidang 8 RUU
Sidang Tak Ditayangkan
Sidang Ditayangkan
LAMPIRAN
Daftar RUU Berdasarkan Jumlah Penayangan Sidang
No | RUU | Ditayangkan | Tidak Ditayangkan | Jumlah Rapat |
1 | RUU tentang Cipta Kerja | 9 | 47 | 56 |
2 | RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua | 5 | 8 | 13 |
3 | RUU tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021 | 1 | 11 | 12 |
4 | RUU tentang Mahkamah Konstitusi | 2 | 3 | 5 |
5 | RUU tentang Bea Materai | 0 | 2 | 2 |
6 | RUU tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Kerajaan Swedia Tentang Kerja Sama Dalam Bidang Pertahanan | 0 | 2 | 2 |
7 | RUU tentang Pengesahan Protocol To Implement The Seventh Package Of Commitments On Financial Services Under The Asean Framework Agreement On Services Protokol Untuk Melaksanakan Paket Komitmen Ketujuh Bidang Jasa Keuangan Dalam Persetujuan Kerangka Kerja Asean Di Bidang Jasa | 1 | 0 | 1 |
8 | RUU tentang Pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement Between the Republic of Indonesia and the EFTA States (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA) | 0 | 1 | 1 |
Jumlah | 18 | 74 | 92 |
Diolah berdasarkan:
- Laporan Singkat 8 RUU Tahun Sidang 2020-2021 yang diumumkan pada web DPR RI (92 berkas)
- Tayangan sidang 8 RUU Tahun Sidang 2020-2021 pada TV Parliament, Facebook. dan Youtube DPR RI (18 tayangan)