2010

Tahun I UU KIP Berlaku

347

Permintaan Informasi

10

Provinsi

137

Badan Publik

* Data terkait permintaan Informasi pertama di Indonesia dengan mekanisme UU KIP oleh IPC dan jaringan di 10 Provinsi untuk mengenalkan UU KIP kepada masyarakat & Badan Publik.

Indonesian 

 

PARLIAMENTARY CENTER

Indonesian Parliamentary Center (IPC) merupakan organisasi masyarakat sipil yang fokus pada reformasi parlemen dan representasi parlemen. IPC berdiri pada 8 Juli 2005 dan terdaftar di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri.  

Keterbukaan informasi  mulai dari partai politik, penyelenggara pemilu, hingga DPR merupakan rangkaian yang saling mempengaruhi untuk menjalankan reformasi parlemen dan penguatan representasi. Karena itu, IPC berupaya mendorong keterbukaan informasi publik, mulai dari partai, KPU, Bawaslu, dan DPR RI. 

Kolaborasi IPC Bersama

DPR RI

DPR merupakan mitra IPC dalam implementasi UU KIP sejak tahun 2013. Saat ini, IPC juga merupakan mitra DPR dalam implementasi Open Parliament. Secara umum, sejumlah peran IPC yang dilakukan, yaitu:

Untuk PPID: Memberikan konsep tata kelola dan pelayanan informasi; memfasilitasi peningkatan keterampilan staf PPID; mendorong monev internal keterbukaan Informasi; mendampingi persiapan monev Komisi Informasi Pusat; mengkampanyekan keberadaan PPID dan pelayanan informasi PPID (online dan offline).

Untuk DPR secara Kelembagaan: Melakukan pemantauan transparansi pembentukan UU secara berkala; menyampaikan konsep dan rekomendasi perbaikan SILEG; mengkampanyekan keberadaan Sistem Informasi Legislasi; mengusulkan tools monev keterbukaan informasi.

Untuk OPI: Mendorong keterbukaan informasi sebagai agenda dalam Roadmap dan Rencana Aksi Nasional Open Parliament Indonesia; melakukan survei persepsi publik terhadap pelayananan dan ketersediaan informasi publik di DPR.

Lain-lain: Membangun kolaborasi dengan Anggota DPR untuk mendorong transparansi lembaga.

Kolaborasi IPC Bersama

KPU RI

KPU merupakan mitra IPC dalam implementasi UU KIP, sejak tahun 2015 sampai saat ini. Peran IPC, antara lain:

Untuk PPID KPU: Mendampingi pembentukan PPID; Memberikan capacity building kepada PPID (pengenalan hak atas informasi, pelayanan, pengecualian, penyusunan DIP) untuk KPU RI dan KPU Provinsi; Membuat e-Training PPID; Mendampingi pembentukan web e-PPID; Mendampingi persiapan Monev KI Pusat; Mendampingi monev internal untuk KPU Provinsi se-Indonesia.

Untuk KPU secara kelembagaan: Mendampingi pembentukan regulasi PKPU No. 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Informasi di Lingkungan KPU dan Keputusan Sekjend KPU RI No 441 Thn 2016 tentang Pedoman Penyediaan Data dan Informasi dalam Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan KPU RI; Memberikan konsep permenuan web lembaga; Memberikan konsep pro-active disclosure di sektor Pemilu; menyusun roadmap Keterbukaan Informasi, Open Data, dan Digitalisasi.

Secara umum, KPU RI telah masuk dalam kategori badan publik yang informatif. Beberapa capaian KPU saat ini, antara lain:

  • Secara regulasi, KPU telah memiliki Peraturan lembaga hingga Peraturan Sekjen yang lebih spesifik dan detil untuk implementasi UU KIP;
  • Secara struktur, KPU telah membangun PPID hingga ke Kabupaten/Kota
  • Secara infrastuktur, KPU telah membangun saranan pelayanan informaasi secara offline di seluruh daerah dan secara online yang terintegrasi dengan baik. KPU juga telah mengembangkan satu data pemilu.
  • Secara layanan, KPU kontinu menyajikan informasi yang bersifat pro-aktif, melalui media sosial, web, e-ppid, dan pelayanan berdasarkan permintaan.     

Kolaborasi IPC Bersama

Bawaslu RI

IPC bermitra dengan Bawaslu RI untuk memperkuat implementasi UU KIP sejak 2017 hingga saat ini. Beberapa peran IPC, antara lain:

Untuk PPID Bawaslu: Mendampingi pembentukan PPID; Memberikan capacity building kepada PPID (pengenalan hak atas informasi, pelayanan, pengecualian, penyusunan DIP) untuk KPU RI dan KPU Provinsi; mendampingi pembentukan web e-PPID; mendampingi persiapan Monev KI Pusat; Mendampingi monev internal untuk Bawaslu Provinsi se-Indonesia; membuat buku Panduan Implementasi UU KIP di Bawaslu dan Panduan Memahami Informasi Pemilu di Bawaslu.

Untuk kelembagaan Bawaslu: Mendampingi pembentukan Perbawaslu No. 10 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Badan Pengawas Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota; memberikan konsep pro-active disclosure di sektor Pemilu.

Sejak 2017 , Bawaslu terus menerus meraih predikat informatif dari Komisi Informasi Pusat. Capaian positif Bawaslu pada dasarnya sama dengan capaian KPU RI. Dua lembaga penyelenggara Pemilu ini, kini menjadi lembaga yang terbuka dan responsif dalam melayani publik.

Tantangannya adalah membangun kesepahaman dua lembaga dalam pertukaran informasi agar pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan lebih baik. Khusus Bawaslu tantangan lainnya adalah memastikan Bawaslu Kabupaten/Kota yang baru dipermanenkan dapat menjalankan amanat UU KIP dengan baik sebagaimana yang berjalan di tingkat provinsi dan pusat. 

Kolaborasi IPC Bersama

KOMISI INFORMASI

Selain mendorong terbentuknya Komisi Informasi Pusat RI periode I sebagai kewajiban dari UU KIP, termasuk melakukan penelusuran rekam jejak calon anggota KI untuk disampaikan kepada Timsel dan DPR RI (hal yang sama dilakukan pada setiap periode baru Komisi Informasi Pusat dan di beberapa Komisi Informasi Provinsi), peran IPC, antara lain:

Berkolaborasi dengan Komisi Informasi  untuk membentuk SIMSI (Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi), sebuah aplikasi berbasis web untuk mengajukan permohonan sengketa informasi, melihat trend jenis sengketa informasi, tingkat penyelesaian, jadwal, dan lain-lain yang dapat digunakan oleh Komisi Informasi di Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. (dilaunching pada 2 Mei 2021)

Memberikan rekomendasi perbaikan kinerja Komisi Informasi, melalui riset mendalam bersama anggota FOINI (setiap akhir periode KI Pusat)

Melakukan riset atas seluruh putusan sengketa informasi seluruh Indonesia, yang bermanfaat bagi Komisi Informasi untuk membuat putusan sengketa informasi. Riset dilakukan IPC bersama Anggota FOINI  (2017)

Berkolaborasi menyusun Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu dan Pemilihan (2019).

Berkolaborasi menyusun Rancangan Peraturan Komisi  Informasi tentang Sistem Penyelesaian Sengketa Informasi Secara Elektronik (2019), dll. 

Kolaborasi IPC bersama Organisasi Masyarakat Sipil melalui

FOINI

Saat ini IPC dipercaya sebagai Koorditor FOINI (Freedom of Information Network Indonesia). FOINI merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif mendorong keterbukaan informasi di Indonesia. FOINI berkomitmen untuk memperluas jaringan se-Indonesia. Kehadiran FOINI tentu tidak berdiri sendiri, jaringan ini merupakan metamorfosa dari koalisi masyarakat sipil untuk kebebasan memperoleh informasi (KMI) yang sejak awal reformasi menginisiasi dan mengawal RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) hingga disahkan menjadi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Keberhasilan mendorong lahirnya UU KIP tersebut tidak terlepas karena luasnya jaringan Koalisi KMI yang saat itu mencapai 40 organisasi masyarakat sipil (CSO) di tingkat nasional dan lokal, dan dengan berbagai latar belakang seperti lingkungan hidup, media, hak asasi manusia, antikorupsi, perlindungan konsumen, reformasi politik, pengembangan pedesaan, anti diskriminasi, kelompok agama, dan lainnya.

Kolaborasi IPC Bersama

KOMUNITAS

Contoh Kolaborasi

IPC bersama mitra CSO di daerah melakukan pendampingan terhadap sejumlah komunitas warga untuk mengakses informasi publik dalam rangka menyelesaikan masalah warga setempat.

Surabaya

Pada 2012, IPC bersama Lakpesdam NU melakukan pendampingan terhadap warga di bantaran sungai Jagir yang tidak memperoleh kepastian mengenai sikap pemerintah atas tempat tinggal mereka.

Sebelumnya, Wakil Gubernur pernah menyatakan  bahwa tidak akan ada  relokasi warga stren  kali. Hal tersebut disampaikan pada 22 Juli 2010 di Sekretariat Paguyuban Warga. Jl. Perintis IV No.29 Kel. Ngagel Rejo. Kec. Wonokromo Bratang Gede. Tetapi ada informasi bahwa akan relokasi. Informasi  dari Staf Ahli Bidang Hukum Walikota Surabaya juga menyatakan bahwa pemerintah justru akan melakukan relokasi dan telah mempersiapkan pembangunan 8 tower rumah susun.

Ada dualism aturan

Pihak warga yang menyatakan boleh tiggal di bantaran sungai Jagir, menggunakan aturan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penataan Sepadan Sungai Kali Surabaya dan Kali Wonokromo sementara pihak pemerintah menggunakan aturan Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 1992 tentang izin mendirikan bangunan dan Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 tentang Ruang Terbuka Hijau.

Pada saat itu, belum adanya sikap tegas dari pemerintah kota Surabaya, apakah warga yang tinggal di bantaran kali Jagir, akan diizinkan atau direlokasi. Informasi dari bagian hukum pemerintah kota, bahwa pemerintah kota Surabaya sedang mempersiapkan rencana membangun 8 tower rumah susun untuk warga yang akan digusur. Namun pemerintah kota belum menyatakan secara resmi, selain karena banyaknya pihak yang ingin ikut “bermain”, pemerintah kota juga khawatir keterbukaan ini akan menimbulkan dampak negatif, misalnya percaloan.

Warga mengemukaan adanya kekacauan data kependudukan. Warga yang tinggal di bantaran Sungai Jagir, tidak dapat membuat KTP/KK baru untuk anak-anak mereka yang baru lahir atau keluarga mereka yang baru datang. Mereka yang baru ini harus didaftarkan menggunakan alamat lain.

Pihak pemerintah kota Surabaya menyatakan ada beberapa data yang masuk mengatasnamakan data warga di bantaran sungai Jagir, dimana masing-masing data tersebut berbeda-beda, sehingga pemerintah kota harus mengklarifikasi ulang data-data tersebut ke lapangan, sebab ini berkaitan dengan kucuran dana ganti rugi yang diberikan.

Pertemuan I

Pertemuan pertama di Surabaya, dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2011.

Ketua RT 7 Kelurahan Jagir, Ketua  RW 12 Kelurahan Jagir, warga RT 7 RW 11, warga RT 07 RW 11 kelurahan Bratang, Pengurus Wilayah Lakpesdam NU Jawa Timur, Dinas Sosial Kota Surabaya, Dinas Pendudukan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya, Paguyuban Masyarakat Surabaya,  Paguyuban warga Stren Kali Surabaya, NU Surabaya.

Dalam pertemuan tersebut:

  1. Lakpesdam NU Jawa Timur menyampaikan hasil permintaan informasi dan prosesnya. Informasi secara umum diberikan, tidak ada kesulitan bagi Lakpesdam NU untuk mendapatkan informasi karena di pemerintah provinsi Jawa Timur sendiri, telah bertahap mengimplementasikan UU KIP, antara lain telah menetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan memiliki Komisi Informasi Provinsi. Namun yang menjadi masalah, mereka belum memiliki SOP sebagai petunjuk teknis di tingkat SKPD untuk melayani permintaan informasi.
  2. Pihak pemerintah kota Surabaya telah memberikan penjelasan bahwa warga dilarang untuk tinggal di bantaran sungai Jagir. Tetapi masyarakat masih belum bisa menerima kebijakan tersebut, sebab mereka berpegang pada aturan lain.
  3. Warga dan pemerintah kota Surabaya telah menyampaikan pendapat masing-masing tentang landasan hukum dan penafsirannya masing-masing. Kedua belah pihak sepakat untuk menindaklanjuti pertemuan pertama.

Kesepakatan dalam Pertemuan I:

  1. Kedua belah pihak sepakat untuk mempertanyakan ke Kementerian Dalam Negeri mengenai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2007 tentang Penataan Sepadan Sungai Kali Surabaya dan Kali Wonokromo, karena pemerintah kota Surabaya menilai aturan tersebut bertentangan dengan undang-undang.
  2. Adanya kesepahaman, pentingnya melibatkan paguyuban warga untuk pendataan warga yang tinggal di bantaran Sungai Jagir, sebab tanpa keterlibatan paguyuban dikhawatirkan adanya manipulasi data oleh oknum tertentu.
  3. Adanya kesepakatan untuk melakukan pertemuan berikutnya yang difasilitasi oleh Lakpesdam NU.

Pertemuan II telah dilaksanakan pada 19 Agustus 2011. Dihadiri: Lakpesdam NU, Warga Stren Kali, Dinas Pengairan Kota Surabaya, Dinas PU Cipta Karya Surabaya, Badan Pengelolaan Kota Surabaya. Terbentuk Tim untuk memperjuangkan agar warga stren kali tidak direlokasi, diberi ganti rugi dan diadakan penataan wilayahnya Tim ini akan mendorong agar point-point tersebut diwujudkan dalam keputusan yang memiliki kekuatan hukum. Tim ini terdiri dari Lakpesdam NU dan Paguyuban Warga.

Tim telah merumuskan agenda: Melakukan pendataan terhadap warga di bantaran Kali Surabaya dan Kali Wonokromo; Membuat dokumentasi rumah percontohan warga stren kali; Meminta kepada pemerintah hasil sayembara penataan stren kali; Meminta beberapa informasi yang sebelumnya tidak/belum diberikan oleh pemerintah kota/provinsi; Meminta dan menganalisa dokumen APBD 2007-2011, khusus untuk pos terkait  penataan sungai dan warga yang bermukim di bantaran sungai. Mengirim surat untuk audiensi dengan DPRD Kota Surabaya, DPRD Provinsi Jawa Timur, Walikota Surabaya, Gubernur Jawa Timur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.

Melalui advokasi ini, warga memahami bagaimana memanfaatkan UU KIP sebagai jembatan untuk menyelesaikan persoalan mereka berbasis pada informasi publik yang valid. Di sisi lain, Badan Publik juga terpacu untuk menyelesaikan persoalan dengan memberikan infomasi secara benar dan melayani pertanyaan serta permintaan informasi dari warga, dengan SOP Pelayanan yang mereka perbaiki berdasarkan standar UU KIP.  

Solo

Pada tahun 2011, sejumlah kader Posyandu di Kota Solon menemukan beberapa kejanggalan terkait penanganan kesehatan, yaitu: 

  • Ada 13.300 lebih warga tercover di Jamkesda, tetapi Prosedur untuk memanfaatkan Jamkesda belum dipahami oleh masyarakat. Bahkan ada lurah Ketua RT / RW yang mengeluarkan surat keterangan miskin untuk mendapatkan Jamkesda sendiri tidak mengetahui hal ini.
  • Tidak ada SOP Pelayanan Informasi di Dinas Kesehatan.
  • Masih maraknya oknum yang bertindak sebagai calo untuk mendapatkan PKMS (Program Kesehatan Masyarakat Surakarta)
  • Perlu adanya kejelasan kriteria warga yang berhak mendapatkan PKMS.
  • Perlu adanya pengaturan tentang perpindahan kriteria PKMS.
  • Adanya keinginan Pemerintah Kota Solo untuk melebur Dinas Infokom ke dalam Dinas Perhubungan.

Untuk itu, diadakan pertemuan pada tanggal 16 Juni 2011. Pertemuan ini dihadiri oleh 25 Orang . yang terdiri dari 11 Perempuan dan 14 Laki-laki. Unsur-unsur yang mewakili :

  1. 6 Orang dari Pemerintah daerah
  2. 2 Orang kelompok Perempuan
  3. 1 LSM
  4. 13 Orang perwakilan CSO
  5. 2 Orang dari IPC.

 Pada pertemuan ini:

  • Warga menyampaikan hasil permintaan informasi dan prosesnya. Informasi secara umum diberikan tetapi tidak ada mekanisme resmi, sehingga tidak ada jaminan bagi semua warga untuk mendapat perlakuan sama.
  • Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Solo menyatakan akan segera merumuskan standar operating procedure pelayanan informasi, dan meminta Pattiro Solo untuk mengasistensi pembuatan SOP.
  • Warga telah menyampaikan sejumlah persoalan dalam program Jamkesda, misalnya: warga tidak mendapatkan rincian anggaran pengobatan ketika berobat di rumah sakit, bahkan ada kasus dimana warga menandatangani kwitansi kosong ketika berobat, sehingga ini memungkinan adanya manipulasi dari pihak rumah sakit. Dampaknya, akan merugikan anggaran keuangan pemerintah. Sementara, pihak Dinas Kesehatan Kota Solo telah memberikan beberapa penjelasan, dan menyatakan kesediaan untuk menindaklanjuti pertemuan ini.

Kesepakatan

  • Dinas Infokom, warga, dan Pattiro Solo sepakat untuk segera merumuskan SOP Pelayanan informasi. Dinas Infokom meminta Pattiro Solo untuk mengasistensi pembentukan SOP.
  • Adanya komitmen (secara lisan) dari pihak Dinas Kesehatan untuk melakukan pertemuan lanjutan dengan warga yang difasilitasi oleh Pattiro Solo.
Bandung

Kolaborasi ini dilakukan pada tahun 2011 bersama warga dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan Jawa Barat. Mereka merasakan tidak adanya keterbukaan informasi tentang pengelolaan dana pendidikan,  prosedur memperoleh beasiswa, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Untuk menyelesaikan masalah ini, diadakan pertemuan pertama antara sejumlah LSM dan pemerintah kota Bandung, pada tanggal 10 Juni 2011

Dihadiri oleh Ketua Komisi Informasi Daerah Jawa Barat, Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bandung, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Anggota DPRD Kota Bandung, Perkumpulan Taboo, Pattiro Jabar, Perkumpulan Inisiatif, Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK), Fortusis, FAGI. Koalisi Pendidikan Kota Bandung.

 Dalam pertemuan tersebut:

  1. BIGs Bandung dan LSM lain menyampaikan hasil permintaan informasi dan prosesnya. Informasi secara umum diberikan tetapi tidak ada mekanisme resmi, sehingga tidak ada jaminan bagi semua warga untuk mendapat perlakuan sama.
  2. Koalisi Pendidikan Kota Bandung menyampaikan sejumlah persoalan dalam Bawaku Pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung memberikan sejumlah jawaban dan menyatakan memfasilitasi pertemuan dengan warga. Beberapa catatan pada pertemuan ini, yaitu:

  1. Sempat tertundanya jadwal pembahasan PPID oleh Walikota Bandung, karena Walikota menunggu Perda inisiatif DPR tentang Transparansi Partisipasi dan Akuntabilitas.
  2. Tidak terserapnya dana Bawaku Pendidikan secara maksimal karena informasi tentang jumlah siswa miskin dan tidak mampu yang terbatas. Padahal dalam temuan sejumlah LSM menunjukkan masih banyak anak-anak yang tidak dapat bersekolah karena persoalan biaya.
  3. Tidak jelasnya definisi dan kriteria warga miskin dan tidak mampu padahal ini berdampak serius pada hak-hak yang seharusnya didapat oleh yang bersangkutan.
  4. Banyaknya oknum yang menjadi calo untuk mendapatkan alokasi dana Bawaku.
  5. Dana Bawaku Pendidikan selalu turun terlambat. Padahal sudah dianggarkan sejak APBD diketuk pada bulan Januari, dan bisa langsung dicairkan. Tetapi pada kenyataannya, Dana yang ada di Bendahara Sekda tersebut, baru dicairkan pada bulan Desember dengan alasan dananya belum turun. Ini menimbulkan dugaan potensi manipulasi. Selain itu, potensi manipulasi juga bisa terjadi di pihak sekolah terkait data jumlah siswa miskin/tidak mampu.

 Kesepakatan

  1. BIGs dan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat akan mendorong pembentukan tim asistensi untuk merumuskan langkah-langkah implementasi UU KIP di Dinas Pendidikan Kota Bandung. Antara lain dalam penunjukan PPID, pembuatan SOP pelayanan informasi.
  2. BIGs dan LSM yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan Kota Bandung akan melakukan evaluasi terhadap aturan yang terkait dengan bantuan pendidikan di kota Bandung, antara lain: Peraturan Walikota tentang Bantuan Walikota Khusus Pendidikan (Bawaku Pendidikan), Peraturan Walikota Bandung tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Hibah dan Bantuan Sosial. Selain itu, istilah Bawaku (Bantuan Walikota Khusus) juga perlu dirumuskan ulang, karena anggaran yang dialokasikan sebenarnya berasal dari APBD, bukan dari pribadi Walikota.
  3. Dinas Pendidikan akan membuka akses informasi kepada publik tentang prosedur mendapatkan beasiswa melalui SKTM / SKM serta memfasilitasi pertemuan warga untuk  mendapatkan penjelasan tentang hal

REGULASI DAMPINGAN IPC

Penyusunan DIP KPU

Keputusan Sekjend KPU RI No 441 Thn 2016 tentang Pedoman Penyediaan Data dan Informasi dalam Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan KPU RI.

Perki Pemilu

Perki No. 1 Tahun 2019 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu dan Pemilihan.

Perki SIMSI KI Pusat

Rancangan Perki tentang Pedoman Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Secara Elektronik

Perbawaslu Pelayanan Informasi

Perbawaslu No. 10 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik Badan Pengawas Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota

Catatan Seputar Implementasi

UU KIP

  1. Hasil Uji Akses UU KIP di 9 Provinsi. Penulis: Arbain dan Bejo Untung (Tifa, 2010)
  2. Catatan terhadap Kinerja KI Pusat 2009 – 2013. Penulis Arbain, D Eko Prayitno, dan Khairunnisa (Tifa, 2011). Klik
  3. Panduan Bagi DPRD: Bagaimana mengawasi implementasi KIP di Provinsi. Penulis: Arbain dan Charles Simabura (TAF, 2017). Klik
  4. Modul – Seni Mengelola dan Melayani Informasi Publik di KPU. Penulis: Arbain, A Hanafi, Erik Kurniawan, dan KPU RI (TAF, 2014). Klik
  5. Mengaktivasi Rasionalitas Pemilih Melalui Keterbukaan Informasi. Penulis: Arbain (Tifa, 2018). Klik
  6. Buku Saku PPID Bawaslu, Implementasi UU KIP. Penulis: Arbain (Bawaslu, 2018). Klik
  7. Panduan Pengecualian Informasi dan Penyusunan DIP. Reviewer: Arbain, Desiana Samosir (Fitra Riau, 2018)
  8. Perjalanan Advokasi Implementasi UU KIP di KPU RI. Tesis Syarif Budiman, S2 FISIP Unpad. Ini merupakan tesis yang mengcapture advokasi IPC lakukan di KPU RI (2017).
  9. Menakar Ulang Makna Parlemen Modern. Penulis: Ahmad Hanafi (Majalah Parlementaria DPR RI, Agustus 2017). Klik
  10. Review Aktivasi Brand DPR RI 2017. Memproporsionalkan program dan Representasi. Penulis: Ahmad Hanafi (Majalah Parlementaria DPR RI, Desember 2017). Klik

Rekam Jejak IPC di

UU KIP

^
2005

Mendorong Pembentukan UU KIP 

Para pendiri IPC, yang tergabung dalam Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) mendorong pembentukan UU KIP di DPR RI. Hanif Suranto sebagai Koordinator Umum Koalisi KMIP dan Sulastio sebagai Koordinator Lapangan Koalisi KMIP. Keduanya adalah pendiri IPC. Selain itu, ada Danardono Siradjuddin, anggota Koalisi KMIP, Wakil Direktur IPC periode pertama.

^
2009 - 2010

Mendorong Pembentukan Komisi Informasi Pusat

Pada tahun 2009-2010, IPC bersama organisasi non pemerintah lainnya yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia (FoINI) mendorong pembentukan Komisi Informasi Pusat RI periode I. Salah satu komisioner terpilih adalah Ahmad Alamsyah Saragih yang merupakan Penasehat IPC.

^
2009 - 2010

Uji Akses ke Badan Publik

Ketika UU ini diberlakukan pada 2010, IPC memperkuat sejumlah CSO untuk melakukan uji akses ke Badan Publik, di Serang (Pattiro Serang), Semarang (PATTIRO Semarang), Malang (PATTIRO Malang), Garut (Garut Governance Watch), Pontianak (JaRI Kalbar), Bali (Sloka Institute), Padang (Universitas Andalas), Bengkulu (Universitas Bengkulu), Palu (LPSHAM Sulteng). Kegiatan ini disupport oleh TIFA Foundation

^
2011 (Des - Juni)

Pendampingan Komunitas untuk Akses Informasi

Mendorong komunitas-komunitas untuk mengajukan permintaan informasi ke Badan Publik sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Komunitas yang didampingi adalah: masyarakat pinggiran kali Jagir Surabaya, komunitas peduli pendidikan di Bandung, komunitas ibu-ibu Posyandu di Solo. Kegiatan ini disupport oleh ANSA – East Asia and The Pacific

^
2012 - 2014

Advokasi Transparansi Sektor Industri Ekstraktif

Mendorong Transparansi Sektor Industri Ekstraktif di Asia Tenggara, 2012 – 2014, Indonesia, Timor Leste, Kamboja, Philippina, Vietnam, Pan Nature  Vietnam, CRRT Kamboja, Bantaykita Philippina, Refsa Insititute Malaysia, PWYP, Article 33, IESR. Donor: Revenue Watch Institute

^
2013 - 2014

Pengembangan Web

Pengembangan website www.kebebasaninformasi.org, 2013 – 2014, Jakarta. Donor: TIFA Foundation

^
Desember 2013 - Agustus 2014

Mengawal Seleksi Komisi Informasi Pusat Periode II

Mengawal akselerasi keterbukaan informasi publik, Desember 2013 – Agustus 2014. Donor: TAF – Setapak

^
2013 - 2015

Mendampingi KPU Provinsi untuk Implementasi UU KIP

Implementasi KIP pada Pemilu, 2013 – 2015, Jakarta, Jawa Timur, Aceh dan Sulawesi Selatan, KIPP Jatim, MATA Aceh, YASMIB Makassar. Donor: The Asia Foundation

^
Juni 2015 - Maret 2016

Mendampingi KPU RI untuk Implementasi UU KIP

Memperkuat Pelayan Informasi Publik di KPU, Juni 2015 – Maret 2016. Program ini disupport oleh The Asia Foundation. 

^
2016

Judicial Review UU KIP

Pada tanggal 18 Agustus 2016, FOINI menyerahkan berkas permohonan judicial review kepada MK untuk meminta tafsir pasal 33 UU KIP. JR ini merupakan respons atas pengangkatan kembali anggota KI Provinsi Gorontalo, incumbent tanpa melalui seleksi anggota KI Provinsi. Oleh karena itu, FoINI menginginkan agar MK menafsirkan pasal 33 UU KIP, dimaknai bahwa pengangkatan kembali anggota KI harus melalui proses seleksi sebagaimana diatur dalam pasal 31 dan 32 UU KIP.

^
Juni 2015 - Maret 2016

Mendampingi KI Pusat untuk Pembentukan PERKI Pemilu

Mendampingi Komisi Informasi Pusat RI untuk penyusunan Peraturan Komisi Informasi Pusat tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu dan Pemilihan. Program ini didukung oleh Tifa Foundation.

^
2018 - 2019

Pembuatan SIMSI Komisi Informasi Pusat RI

Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Sengketa Informasi Komisi Informasi, 2018-2019. Disupport oleh Project CEGAH – USAID.

^
2018 - 2019

Mendorong Open Parliament

Mendorong Open Parliament di DPR RI. Saat ini DPR RI telah membangun Sistem Informasi Legislasi, memiliki Sekretariat Open Parliament Indonesia yang berkolaborasi dengan sejumlah CSO untuk implementasi open parliament

^
2021

Penyelesaian Sengketa Informasi FoINI dengan KPK dan BKN 

IPC atas nama FOINI dan beberapa organisasi lain mengajukan permohonan informasi kepada KPK dan BKN tentang soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK yang dinilai kontroversi oleh banyak kalangan. Proses ini berlanjut ke penyelesaian sengketa di Komisi Informasi Pusat RI.  

Gallery

Become Part of Our story