RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
A. Profil RUU
Nama RUU | PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA |
Usulan | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
KOMISI – Komisi VII |
Status Pembahasan | Tingkat II |
Status Carry Over | Potensial |
Alat Kelengkapan Pembahas | Komisi VII |
Pimpinan Komisi DPR Periode 2014-2019 | Ketua : Gus Irawan Pasaribu (F-Gerindra)
Wakil Ketua : H. Mulyadi (F-PD) Tamsil Linrung (F-PKS) M. Ridwan Hisyam (F-PG) Zairullah Azhar (F-PKB) |
Pimpinan Komisi DPR Periode 2019-2024 | Ketua Komisi : Sugeng Suparwoto (F-Nasdem)
Wakil Ketua : Bambang Wuryanto (F-PDIP) Alex Noerdin (F-PG) Gus Irawan Pasaribu (F-Gerindra) Eddy Soeparno (F-PAN) |
Jumlah Perubahan | 92 poin perubahan |
Struktur Materi RUU |
|
Link Dokumen Terkait | RUU, Naskah Akademik dan dokumen pembahasan lainnya dapat dilihat pada link berikut: |
B. Riwayat RUU
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diusulkan pada 2 Februari 2015 ke dalam Prolegnas Jangka Menengah. Sejumlah pihak telah beberapa kali memaksakan pengesahan RUU Minerba namun pembahasan dan upaya pengesahan malah dikebut dalam beberapa minggu sebelum habis masa jabatan sehingga memunculkan tanggapan di masyarakat. Sejumlah perubahan dalam RUU Minerba juga dinilai beresiko terhadap Sumber Daya Alam dan Masyarakat yang terdampak.
C. Substansi dan Perdebatan
Isu-isu krusial dalam RUU diantaranya adalah: (Berdasarkan Naskah Akademik)
- RUU Minerba dilatarbelakangi atas Keputusan Mahkamah Konstitusi dan kendala yang terjadi dalam pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2009. Selain itu, perlunya pengharmonisasian UU Minerba dengan UU Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah;
- Tambahan sanksi administratif bagi pemegang IUP, IPR atau IUPK oleh Menteri atau Pemerintah Daerah;
- Penambahan pengaturan mengenai Holding Minerba;
- Dicabutnya kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Urusan Minerba;
- Dalam perubahan RUU Minerba tidak lagi mengenal Perseorangan sebagai pemilik Izin Usaha Pertambangan;
- Tambahan pengaturan mengenai Pusat Data dan Informasi serta perubahan komitmen dalam penyajian informasi yang dibutuhkan untuk masyarakat dan komitmen untuk sejalan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;
- Dalam perubahan RUU Minerba menyebutkan mekanisme pengembalian Dana Jaminan Reklamasi dan Dana Jaminan Pasca Tambang
- Adanya pengaturan mengenai larangan untuk merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK dan IPR yang telah memenuhi syarat;
- RUU Minerba menambah jumlah besaran yang harus dibayarkan oleh pemegang izin atas keuntungan bersih kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
- Penambahan materi mengenai Perlindungan Masyarakat;
- Dihapusnya ketentuan mengenai larangan bagi orang yang mengeluarkan IUP, IPR dan IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang.
Perdebatan yang muncul dalam pembahasan di DPR terkait RUU Minerba diantaranya:
- RUU Minerba dianggap tidak berpihak pada keselamatan masyarakat serta lebih banyak membahas proses perizinan dan pengusahaan tambang;[1]
- Koalisi menilai perubahan secara substantif yang berakibat pada KK dan PKP2B dapat perpanjangan 2 kali 10 tahun dalam bentuk IUPK dan hak mengusahakan kembali wilayah yang mendapat IUPK dengan luas wilayah sesuai dengan rencana kerja seluruh wilayah tambang dalam penyesuaian KK atau PKP2B;[2]
- Daftar Inventarisasi Masalah RUU Minerba justru memberikan peluang terhadap eksploitasi sumber daya alam tanpa batas, serta berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang dituding menghalangi kegiatan pertambangan;[3]
- Dalam Draft RUU Minerba yang beredar, ada upaya melegitimasi lubang tambang untuk dijadikan irigasi dan wisata;
- Pembahasan RUU Minerba yang selama ini tertunda dan tiba-tiba di kebut pada akhir masa jabatan menimbulkan pertanyaan bagi sejumlah pihak.
D. Dampak jika RUU Disahkan
- Pengaturan mengenai perintangan kegiatan pertambangan memiliki makna bias serta membuka peluang kriminalisasi terhadap masyarakat yang selama ini berkonflik dengan perusahaan akibat perampasan tanah dan/atau konflik lahan;
- Hilangnya larangan bagi setiap orang yang mengeluarkan perizinan tidak sesuai undang-undang membuka peluang terjadinya fraud/kecurangan;
- Adanya penguatan dalam komitmen keterbukaan informasi publik dengan adanya Pusat Data dan Informasi serta komitmen untuk sejalan dengan Undang-Undang Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
[1] https://pwypindonesia.org/id/koalisi-masyarakat-sipil-minta-jokowi-tarik-dim-ruu-minerba/
[2] https://pwypindonesia.org/id/masyarakat-sipil-desak-presiden-dan-dpr-tunda-pembahasan-ruu-minerba/
[3] ibid