Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

A. Profil

Nama RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Usulan PEMERINTAH –
Kementerian Hukum dan HAM.
Kementerian Pertahanan.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Komisi III.-
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.-
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.-
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya.-
Fraksi Partai Amanat Nasional.-
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.-
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
MASYARAKAT –
Komnas Perempuan.-
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.- KomNasHAM.-
Komisi Hukum Nasional.
Status Pembicaraan Tingkat II
Status Carry Over Potensial
Alat Kelengkapan Pembahas Komisi III
Pimpinan Komisi DPR Periode 2014-2019 Ketua : Kahar Muzakkar (F-PG)
Wakil Ketua:
Desmond Junaidi Mahesa (F-Gerindra)
Trimedya Panjaitan (F-PDIP)
Mulfachri Harahap (F-PAN)
Erma Suryani Ranik (F-PD)
Pimpinan Komisi DPR Periode 2019-2024 Ketua : Herman Herry (F-PDIP)
Wakil Ketua :
Ahmad Sahroni (F-Nasdem)
Mulfachri Harahap (F-PAN)
Adies Kadir (F-PG)
Desmond Junaidi Mahesa (F-Gerindra)
Jumlah Pasal 628
Struktur Materi RUU BUKU KESATU ATURAN UMUM
BUKU KEDUA TINDAK PIDANA
Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara
Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
Tindak Pidana Terhadap Negara Sahabat
Tindak Pidana Terhadap Penyelenggaraan Rapat Lembaga Legislatif dan Badan Pemerintah
Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum
Tindak Pidana Terhadap Proses Peradilan
Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama
Tindak Pidana Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang, Kesehatan, Barang dan Lingkungan Hidup
Tindak Pidana Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara
Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
Tindak Pidana Pemalsuan Meterai, Cap Negara dan Tera Negara
Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Tindak Pidana Terhadap Asal-Usul dan Perkawinan
Tindak Pidana Kesusilaan
Tindak Pidana Penelantaran Orang
Tindak Pidana Penghinaan
Tindak Pidana Pembukaan Rahasia
Tindak Pidana Terhadap Kemerdekaan Orang
Penyelundupan Manusia
Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin
Tindak Pidana Terhadap Tubuh
Tindak Pidana Yang Mengakibatkan Mati Atau Luka Karena Kealpaan
Tindak Pidana Pencurian
Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman
Tindak Pidana Penggelapan
Tindak Pidana Perbuatan Curang
Tindak Pidana Terhadap Kepercayaan Dalam Menjalankan Usaha
Tindak Pidana Perusakan dan Penghancuran Barang dan Bangunan
Tindak Pidana Jabatan
Tindak Pidana Pelayaran
Tindak Pidana Penerbangan dan Tindak Pidana Terhadap Sarana Serta Prasarana Penerbangan
Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat
Tindak Pidana Khusus
Ketentuan Peralihan
Ketentuan Penutup
Link Dokumen Terkait RUU, Naskah Akademik dan dokumen pembahasan lainnya dapat dilihat pada link berikut:  http://www.dpr.go.id/prolegnas/index/id/10

B. Riwayat RUU

Dekolonisasi atas KUHP peninggalan kolonial dan pembaruan hukum pidana secara komprehensif menjadi misi utama Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diusulkan. Usaha dalam menyusun RKUHP telah terlaksana sejak tahun 1963 dan telah memakan waktu pembahasan yang cukup panjang. Hingga saat ini, RKUHP tercatat masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2019 dan dianggap telah selesai pembicaraan pada tingkat I dan menuju pembicaraan tingkat II pada Rapat Paripurna ke-12 namun akhirnya pengesahannya harus ditunda setelah diminta penundaan oleh Presiden Jokowi menanggapi berbagai reaksi yang muncul di ruang publik.

C. Substansi dan Perdebatan

Isu-isu krusial dalam RUU KUHP Buku Kedua diantaranya adalah:

  1. Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara; Tidak banyak perbedaan terkait materi Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara antara KUHP dengan RKUHP. Adapun pengaturan perilaku yang ditambahkan berkaitan dengan perbuatan menentang Ideologi negara Pancasila atau UUD 1945, kegiatan penyebaran paham komunis atau marxisme atau leninisme dan hubungan dengan organisasi yang berasaskan komunisme atau marxisme atau leninisme;
  2. Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden; Tindak Pidana ini dianggap perlu dipertahankan karena dianggap sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang bersifat kekeluargaan selain itu Kepala Negara merupakan personifikasi dari negara ini dan masyarakat masih menaruh hormat kepada Kepala Negara;
  3. Tindak Pidana Terhadap Kewajiban dan Hak Kenegaraan; Pengaturan Tindak Pidana ini pada KUHP sekarang masih dianggap relevan dengan penyebutan secara tegas nama-nama perwakilan rakyat;
  4. Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum; Pengaturan yang ada pada KUHP saat ini masih relevan dengan beberapa tambahan seperti Tindak Pidana Perizinan, perbuatan penyiaran berita bohong, perbuatan pemaksaan masuk kantor pemerintahan, penghasutan dan penawaran melakukan tindak pidana;
  5. Tindak Pidana Terhadap Proses Penyelenggaraan Peradilan; Tindak Pidana ini dikenal dengan “Contempt of Court”;
  6. Tindak Pidana Terhadap Agama, Kehidupan Beragama dan Sarana Beribadah; Merupakan perwujudan dari Sila Pertama. Perbuatan yang dilarang pada Tindak Pidana ini adalah perbuatan tercela dengan tidak menghormati agama atau umat beragama yang dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat;
  7. Tindak Pidana Yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang, Kesehatan, Barang dan Lingkungan Hidup; Perkembangan yang terkait dengan beberapa undang undang, antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  8. Tindak Pidana Umum Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara; Pengaturan terhadap TIndak Pidana ini terkait dengan beberapa aspek seperti Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara serta Perbuatan tidak menurut perintah atau petunjuk pejabat yang berwenang;
  9. Tindak Pidana Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu, Tindak Pidana Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas, Tindak Pidana Pemalsuan Materai, Segel, Cap Negara, dan Merek, Tindak Pidana Pemalsuan Surat, Tindak Pidana Terhadap Asal Usul dan Perkawinan; Beberapa Tindak Pidana telah diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini dan dianggap masih relevan dengan perkembangan saat ini dengan sedikit penyesuaian;
  10. Tindak Pidana Kesusilaan; Ada pengaturan baru yang disarankan masuk dalam tindak pidana kesusilaan seperti; inces, perluasan makna perkosaan, melakukan perbuatan cabul dengan jenis kelamin yang sama antara sesama orang dewasa, sodomi dan persetubuhan yang mengakibatkan hamilnya wanita yang tidak bersuami sedangkan pria yang bersangkutan tidak bersedia mengawininya;
  11. Tindak Pidana Penelantaran Orang; Tindak Pidana ini diartikan menyebabkan atau membiarkan orang dalam keadaan terlantar sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya ia wajib memberi nafkah, merawat atau memelihara orang yang dalam keadaan terlantar itu;
  12. Tindak Pidana Penghinaan; penghinaan termasuk penistaan/pencemaran dan penistaan tertulis, penghinaan ringan, pengaduan fitnah, menimbulkan persangkaan palsu, penistaan atau penistaan tertulis dilakukan terhadap orang yang sudah mati, dan tidak pidana penyebaran.
  13. Tindak Pidana Pembukaan Rahasia; kewajiban menyimpan rahasia dikaitkan dengan jabatan atau pekerjaannya;
  14. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Janin; Tambahan pengaturan mengenai mendorong orang lain untuk bunuh diri;
  15. Tindak Pidana Perbuatan Curang; dimaksudkan untuk menampung keluhan masyarakat tentang kerugian ekonomis yang diderita sebagai konsumen;
  16. Tindak Pidana Terhadap Kepercayaan Dalam Menjalankan Usaha; pengaturan mengenai pertanggungjawaban secara korporasi;
  17. Tindak Pidana Perusakan dan Penghancuran Barang dan Bangunan; mencakup tindak pidana yang ditujukan terhadap barang dan hewan yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain;
  18. Tindak Pidana Jabatan; Tindak pidana ini tanpa Tindak Pidana Korupsi yang terpisah. Sehingga tindak pidana ini terkait dengan pelaksanaan jabatan;
  19. Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat; Pemberlakukan hukum yang hidup dalam masyarakat yang mengatur perbuatan yang dilarang dan mengancam sanksi pidana, diakui sebagai tindak pidana dan diancam dengan sanksi pidana hukum pidana adalah merupakan pengecualian pemberlakuan asas legalitas dalam sistem hukum pidana di Indonesia;
  20. Tindak Pidana Terhadap Negara Sahabat, Tindak Pidana Terhadap Kemerdekaan Orang, Tindak Pidana Yang Mengakibatkan Mati Atau Luka Karena Kealpaan, Tindak Pidana Pencurian Tindak Pidana Pemerasan dan Pengancaman, dan Tindak Pidana Penggelapan; Pengaturan yang telah ada di KUHP dipertahankan untuk tetap di atur;

Perdebatan yang muncul diantaranya:

  1. Munculnya pasal mengenai penghinaan Presiden yang sedari awal telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006. Kemunculan Pasal ini dianggap sebagai tindakan sia-sia dan untuk itu lebih baik tidak dimasukkan sedari awal.
  2. Tanggapan juga muncul untuk Pasal terkait Korupsi dan Pencucian Uang. Kehadiran Pasal ini merupakan suatu tindakan mundur dan berdampak pada terpangkasnya kewenangan KPK dan PPATK. Dengan masuknya Pasal ini ke RKUHP maka segala bentuk penyidikan berada di bawah Polri.
  3. Aliansi Reformasi KUHP juga menolak secara tegas masih adanya Pasal yang mengandung Hukuman Mati.
  4. Berkurangnya masa tahanan Koruptor dari 4 tahun menjadi 2 tahun. Ada upaya membungkam kebebasan berekspresi dan pers. Munculnya Pasal penistaan agama yang tanpa diikuti penilaian yang jelas. Larangan aborsi yang dapat menyasar korban, dan pihak yang membantu aborsi seperti dokter atau dukun beranak.
  5. Pertentangan juga muncul atas konsep Living Law yang membuat kompilasi hukum adat yang justru akan berakibat pada hilangnya hakikat hukum adat yang tidak tertulis, luwes dan magis.
  6. Ditemukan Pasal yang semakin memperparah kondisi terhadap korban pemerasan seperti larangan aborsi dan pelaku aborsi (dalam hal ini korban) dapat dipidana.
  7. Hal lainnya yang menarik perhatian adalah, pembahasan RKUHP yang ditenggarai dan dicurigai diam-diam serta terburu-buru dengan mengesampingkan unsur transparansi dan partisipasi masyarakat.

Dampak jika RUU Disahkan

  • Konsekuensi dari tidak dipatuhinya Putusan MK berarti membuka peluang bagi siapapun yang menyampaikan kritik dan pendapatnya atas kondisi negara dan Kepala Negara dalam ruang publik maupun media sosial untuk dijerat dengan Pasal Penghinaan Presiden.
  • Pasal-Pasal yang memperburuk kondisi dan tekanan atas korban pemerkosaan seperti Pasal Larangan Aborsi juga dapat menjerat siapapun yang membantu memberikan dorongan ataupun membantu proses aborsi.
  • Masuknya RKUHP pada ruang-ruang individu membuka peluang dijaminnya “fasisme” oleh sebagian kelompok dengan mengatasnamakan moral.