Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat
A. Profil
Nama RUU | Masyarakat Hukum Adat |
Usulan | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) FRAKSI – Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya. FRAKSI – Fraksi Partai Amanat Nasional. MASYARAKAT – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. MASYARAKAT – KomNasHAM. MASYARAKAT – Komisi Hukum Nasional. DPD – Komite I. PEMERINTAH – Kementerian Kelautan dan Perikanan. |
Status Pembicaraan | Tingkat I |
Status | Prioritas Tahun 2017, 2018 & 2019 |
Alat Kelengkapan Pembahas | Badan Legislasi |
Pimpinan Badan Legislasi DPR Periode 2014-2019 | Ketua : Supratman Andi Agtas (F-Gerindra) Wakil Ketua : Firman Soebagyo (F-PG) Totok Daryanto (F-PAN) Arif Wibowo (F-PDIP) |
Pimpinan Badan Legislasi DPR Periode 2019-2024 | Ketua Komisi : Supratman Andi Agtas (F-Gerindra) Wakil Ketua : Rieke Diah Pitaloka (F-PDIP) Willy Aditya (F-Nasdem) Ibnu Multazam (F-PKB) Ach. Baidowi (F-PPP) |
Jumlah Pasal | 57 Pasal |
Struktur Materi RUU | Ketentuan Umum Karakteristik Masyarakat Adat Pengakuan Perlindungan Hak Masyarakat Adat Pemberdayaan Masyarakat Adat Sistem Informasi Tugas dan Wewenang Lembaga Adat Penyelesaian Sengketa Pendanaan Peran Serta Masyarakat Larangan Ketentuan Pidana Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup |
Link Dokumen Terkait | RUU, Naskah Akademik dan dokumen pembahasan lainnya dapat dilihat pada link berikut: http://www.dpr.go.id/prolegnas/index/id/70 |
B. Riwayat RUU
Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2017 dengan nama Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat. Status terakhir dari RUU ini telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2019 dan berdasarkan data yang didapatkan telah sampai pada Pembicaraan Tingkat I.
C. Substansi dan Perdebatan
Isu-isu krusial dalam RUU Pemasyarakatan diantaranya adalah:
- RUU tentang Masyarakat Hukum Adat merupakan suatu bentuk penghormatan Negara atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (3) UUD 1945;
- Pengakuan terhadap Masyarakat Adat tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 antara lain menegaskan mengenai pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, yang harus tetap memperoleh kemudahan dalam mencapai kesejahteraan, menjamin adanya kepastian hukum yang adil bagi subyek maupun obyek hukumnya dan jika perlu memperoleh perlakuan istimewa (affirmative action) dan pengakuan terhadap hutan adat berada dalam cakupan hak ulayat karena berada dalam satu kesatuan wilayah masyarakat hukum adat;
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-VIII/2010 antara lain, bahwa untuk mengatasi persoalan sengketa pemilikan tanah perkebunan yang berhubungan dengan hak ulayat negara seharusnya konsisten penjelasa Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang tentang Perkebunan;
- Mengenal tahapan terhadap pengakuan Masyarakat Hukum Adat mulai dari identifikasi, verifikasi, validasi dan penetapan;
- Dalam Draft RUU ditemukan adanya Bab mengenai Evaluasi dalam waktu 10 tahun setelah penetapan Masyarakat Hukum Adat. Ada 2 tindak lanjut dari Evaluasi tersebut berupa pembinaan dan penghapusan pengakuan Masyarakat Hukum Adat;
- Pengaturan lebih lanjut terkait Evaluasi apabila penghapusan pengakuan Masyarakat Hukum Adat berakibat pada tanah adat yang menjadi tanah negara;
Perdebatan yang muncul diantaranya:
- Pemerintah dianggap tidak serius dalam upaya melunasi utang konstitusi dan manisfestasi terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat;
- Kekeliruan logika atas RUU Masyarakat Hukum Adat yang mengatur mengenai “Evaluasi” atas keberadaan Masyarakat Hukum Adat.
- Prosedur penetapan Masyarakat Hukum Adat dianggap susah untuk dijangkau terkait kewenangan di Menteri;
- RUU Masyarakat Hukum Adat dianggap kurang terkait dari tidak adanya kelembagaan yang secara khusus menangani Masyarakat Hukum Adat dan juga tidak adanya bab mengenai Restitusi dan Rehabilitasi berkaitan dengan penyelesaian permasalahan masa lalu.
D. Dampak jika RUU Disahkan
- Pengaturan Bab Evaluasi dalam Draft RUU Masyarakat Hukum Adat akan berakibat pada hilangnya nilai luhur dan kekayaan adat yang beralih kepada Negara;
- Pengevaluasian Pengakuan Masyarakat Hukum Adat mempersempit dan menghilangkan fakta bahwa masyarakat adat telah ada bahkan sebelum negara ada;
- Menjadi sebuah payung hukum atas masyarakat Hukum Adat yang selama ini tersebar pada berbagai peraturan perundang-undangan.