Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati Indonesia (Bappenas, 2016)

(1) Rusaknya habitat, baik karena bencana alam, kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, dan perubahan iklim.

(2) Hilangnya habitat, baik karena penggunaan hutan untuk lahan pertanian, pertambangan, industri maupun permukiman. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan ketatnya pengawasan penggunaan tata ruang telah berakibat terus terbukanya hutan dan habitat keanekaragaman hayati sehingga keanekaragaman hayati yang ada kehilangan tempat untuk hidup atau terbunuh/dibunuh, karena dianggap sebagai pengganggu.

(3) Pembunuhan flora/fauna karena nilai manfaat yang terkandung di dalamnya yang didorong oleh perdagangan yang tidak bertanggung jawab. 

Karena itu, dibutuhkan sebuah UU baru yang dapat mengatasi beragam persoalan tersebut. 

HASIL PEMANTAUAN RUU
LATAR BELAKANG RUU

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara Benua Asia dan Australia. Di kenal dengan tanahnya yang subur, beriklim tropis, alam yang indah, dan kaya dengan sumber daya alam yang terkandung di dalam sungai, laut, danau, gunung dan hutan. Sumber daya alam flora fauna dan ekosistemnya memiliki fungsi dan manfaat serta berperan penting sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat digantikan. Kekayaan sumber daya alam yang berlimpah tersebut merupakan modal dasar pembangunan nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan peningkatan mutu kehidupan manusia pada umumnya.

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, yang tersebar luas di kawasan hutan tropisnya, di hamparan luas wilayah lautnya, di sepanjang wilayah pantainya, yang kesemuanya merupakan bagian dari kekayaan sumber daya alam Indonesia. Berdasarkan penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+ pada tahun 2011, luas tutupan hutan Indonesia mencapai 98.242.002 hektar (Kementerian Lingkungan Hidup, 2013). Luas perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km2, yang menyimpan potensi perikanan, terumbu karang yang mencapai 75.000 km2, dan padang lamun (BPS, 2012). Garis pantai Indonesia mencapai 81.000 km yang memiliki hutan mangrove terluas kedua setelah Brazil (Kementerian Lingkungan Hidup, 2013). Dalam berbagai hamparan wilayah tersebut terdapat keanekaragaman hayati, baik yang berupa tumbuhan, satwa, ekosistem, hingga sumber daya genetik. Berbagai keanekaragaman hayati tersebut telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupannya. Ada 6.550 jenis dari bakteri sampai pohon besar yang sudah dimanfaatkan. Penggunaan jenis tersebut di antaranya sebagai tumbuhan obat 940 jenis, tumbuhan sayur-sayuran 340 jenis, buah 400 jenis, rempah-rempah 54 jenis, kayu perdagangan 267 jenis dan sebagainya. Jenis-jenis yang sudah dimanfaatkan ini hanya sebagian kecil dari kekayaan tumbuhan Indonesia. Sebagian besar masih belum diketahui sifat tumbuhan, kegunaan, serta belum digali potensinya.

Saat ini telah ada undang-undang yang mengatur tentang konservasi sumberdaya alam hayati, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE), yang pada dekade sembilan puluhan dirasakan masih cukup efektif untuk melindungi ekosistem dan spesies Indonesia. UU KSDAHE tersebut menggantikan beberapa produk peraturan kolonial pra-kemerdekaan yang telah berumur lebih dari 20-an tahun. Dalam implementasi, UU KSDAHE dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum dimasyarakat di dalam penyelenggaraan KSDAHE. Dengan adanya perkembangan tata pemerintahan yaitu adanya otonomi daerah, melahirnya beberapa undang-undang yang mengharuskan dibentuknya otonomi daerah secara fundamental akan menyusun ulang bentuk hubungan antara pemerintah pusat dan otoritas lokal dalam semua sektor. Otoritas provinsi dan daerah menjadi semakin menolak inisiatif-inisiatif gaya lama yang diatur oleh pemerintah pusat dan pada saat bersamaan, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab atas kawasan yang dilindungi, yang pada akhirnya menjadikan lumpuhnya manajemen kawasan lindung. Untuk itu perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian beberapa materi yang ada dalam UU KSDAHE, terutama terhadap substansi yang masih mencerminkan kebijakan yang bersifat sentralistik dan berpotensi untuk menimbulkan konflik kewenangan mengenai siapa dan bagaimana pengelolaan kawasan konservasi baik di pusat maupun di daerah.

Persoalan konservasi bersifat lintas sektoral sehingga UU KSDAHE menjadi Naskah Akademik RUU Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem pedoman bagi peraturan perundang-undangan yang lain untuk mengatur konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Indonesia, namun demikian masih terdapat beberapa hal yang belum diatur dalam UU KSDAHE, antara lain mengenai kawasan konservasi laut, penentuan batas-batas wilayah konservasi (sistem zonasi), antisipasi terhadap tekanan jumlah penduduk Indonesia yang padat sehingga kebutuhan akan sumber daya alam meningkat, kemajuan teknologi yang cukup pesat cenderung mengeksploitasi sumber daya alam, kelembagaan, dan ketentuan sanksi.

Kesemua permasalahan, perkembangan, dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan KSDAHE di atas harus segera direspon dan diakomodir di dalam bentuk pengaturan di bidang konservasi yang lebih komprehensif dan mampu menjawab kebutuhan penyelenggaraan konservasi. Untuk merespon perkembangan, kebutuhan, dan permasalahan hukum terkait keberlakukan UU KSDAHE, DPR bersama-sama dengan Pemerintah telah menyepakati bahwa UU KSDAHE masuk dalam agenda Program Legislasi Nasional Tahun 2015-2019, dengan menempatkan RUU KSDAHE masuk dalam urutan nomor 65 untuk segera dilakukan penyempurnaan. Di dalam rapat kerja antara Komisi IV dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, telah disepakati bahwa Perubahan UU KSDAHE judulnya diganti menjadi RUU Konservasi Keanakeragaman Hayati dan Ekosistem (RUU KKHE), dengan memasukkan materi mengenai sumber daya generika menjadi salah satu substansinya. (Naskah Akademik RUU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).

PENGUSUL RUU

DPR RI (Komisi IV). 

Komisi IV DPR RI merupakan satu dari 11 (sebelas) Komisi yang ada di DPR RI yang berdasarkan Keputusan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 22 Oktober 2019 mempunyai ruang lingkup tugas di bidang Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kelautan. 

AKD PENYUSUN RUU
Pimpinan Komisi IV 

  1. Ketua              : 1 orang
  2. Wakil Ketua   : 4 orang

Anggota Komisi IV

  1. F-PDI Perjuangan  : 11 orang
  2. F-PG                          : 7 orang
  3. F-Gerindra               : 6 orang
  4. F-Nasdem                : 5 orang
  5. F-PKB                       : 6 orang
  6. F-PD                          : 5 orang
  7. F-PKS                        : 5 orang
  8. F-PAN                       : 4 orang
  9. F-PPP                        : 2 orang
TAHAP PEMBENTUKAN RUU
  1. Pengusulan: 17 Desember 2019
  2. Penyusunan: 6 April 2021 – 29 Juni 2022
  3. Pembahasan: Belum
  4. Pengesahan: Belum
  5. Pengundangan: Belum
DOKUMEN PEMBENTUKAN RUU

Dokumen Awal RUU

Lapsing, Catatan Rapat, dan Risalah Rapat Penyusunan RUU (17 rapat)

  • Laporan Singkat: 1 (RDP 6 April 2021) – Document
  • Catatan Rapat: Tidak ada
  • Risalah Rapat: Tidak ada

Bahan Rapat dari Pemerintah pada Rapat Penyusunan RUU 

  • RDP Komisi IV dengan Kementerian Kelautan, 6 April 2021 – Document
  • RDP Komisi IV dengan Kementerian Pertanian, 6 April 2021 – Document
  • RDP Komisi IV dengan Kementerian Lingkungan Hidup, 6 April 2021 – Document

 

MASUKAN STAKEHOLDER
Masyarakat Sipil

  1. Dr. Drs. Budi Riyanto, S.H., M.Si. – Document
  2. Satyawan Pudyatmoko; Fakultas Kehutanan UGM – Document
  3. Ir. Siti Latifah, S.Hut., M.Si, PhD; IPU – Document
  4. Prof. Jatna Supriatna Ph.D; Advisor KOBI dan Dosen Biologi FMIPA UI – Document
  5. Rinekso Soekmadi; DKSHE – Fakultas Kehutanan & Lingkungan IPB) – Document
  6. Wahjudi Wardojo; Penasihat Senior YKAN, Rimbawan Senior, Ahli Indonesia Bidang Alam Untuk Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO 2015-2019, Anggota Advisory Board SITH-ITB 2014-2021) – Document
  7. Aditya Bayunanda; Director of Footprint and Market Transformation, WWF Indonesia – Document
  8. Dr. Noviar Andayani, MSc; Wildlife Conservation Society Indonesia Program – Document
  9. Rili Djohani dan Purwanto; Coral Triangle Center (CTC)- Document
  10. BOS Foundation, NGO Indonesia – Document

Asosiasi

  1. Asosiasi Koral Kerang dan Ikan hias Indonesia; AKKII – Document
  2. Pengurus Asosiasi Gaharu Indonesia – Document
  3. Erick M Wiradinata, ST;  Asosiasi Pengusaha Penangkar Buaya Indonesia (APPBI) – Document
  4. Dr. Catrini Kubontubuh; Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) – Document
  5. Tony Sumampau; Perhimpunan Kebun Binatang Se Indonesia (PKBSI) – Document
  6. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia – Document
  7. Dr. Ir. Hj. Delima Hasri Azahari, MS; Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) – Document
  8. Tambling Wildlife Nature Conservation – Document
  9. Djoko Widajatno API-IMA; Asosiasi Pertambangan Indonesia-Indonesian Mining Association – Document
  10. Indonesian Petroleum Association (IPA) – Document

Lembaga Negara / Pemerintah

  1. Dr. Ir. Bambang Hendroyono, M.M; Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
  2. Drs. Antam Novambar, S.H., M.Hum; Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
  3. Dr. Ir. Momon Rusmono, M.S; Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian RI
  4. Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum; Kepala Badan Keahlian DPR RI – Pusat Perancangan Undang-Undang.
  5. T. Heri Wibowo, S.Hut., M.Eng; Kepala Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata – Document
  6. Suharyono; Kepala Balai Besar KSDA Riau – Document
  7. BKSDA Kalimantan Tengah – Document
  8. Pengelolaan Konservasi di Tanah Papua – Document
  9. Taman Nasional Gunung Leuser – Document
  10. Ir. Thomas Tandi Bua A Nifinluri; Kepala Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan – Document
  11. Ahmad Munawir; Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) – Document
  12. Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat – Document
  13. Dedy Asriady [Daeng Malewa];Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani) – Document
  14. Yunaidi S.Si., M.AP; Kepala Balai TN Tambora – Document
  15. Pengelolaan Taman Nasional Tanjung Puting – Document
  16. Kepala Balai Besar TN Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) – Document
  17. Pengelolaan Taman Nasional Komodo – Document
  18. Kepala Balai TN Meru Betiri – Document
  19. Kuswandomo; TN Way Kambas – Document
  20. Ir. Arief Mahmud, M,Si; Kepala Balai Besar KSDA NTT – Document

 

Rangkuman Rekam Jejak 

RUU

^
17 dESEmber 2019

Pengusulan RUU 

RUU KSDAHE diusulkan oleh Komisi IV DPR untuk menjadi RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2022

^
6 APRIL 2021 - 29 JUNI 2021

Penyusunan RUU 

Penyusunan RUU KSDAHE dilakukan oleh Komisi IV DPR RI melalui 17 kali rapat. Dari jumlah tersebut, hanya ada satu Laporan Singkat yang dipublikasikan, sementara Catatan Rapat dan Risalah Rapat, tidak dipublikasikan. 

Pada tahap ini, DPR melakukan RDPU dengan  20 pihak dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, asosiasi profesi, dan pengusaha. 

Selain itu, DPR juga melakukan RDP dengan 20 instansi pemerintah dari berbagai sektor di sejumlah provinsi.  

^
DATA TIDAK TERSEDIA

Pembahasan

Belum memasuki tahap pembahasan, dan seterusnya

Hasil Pemantauan Selengkapnya, Klik

Pemantau RUU: Aditya Ardiansyah

Pemantau RUU: Aditya Ardiansyah

Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UMJ

Pemantauan RUU ini dilakukan pada periode 1 Juli 2022 sampai dengan 12 Juli 2022 sebagai tugas magang di Indonesian Parliamentary Center (IPC) bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Jakarta