PENGANTAR

Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Revisi UU TNI) merupakan salah saru RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. Ini juga merupakan RUU luncuran atau Carry Over dari periode 2019-2024. 

Ada tiga aspek krusial dalam UU TNI yang akan mengalami perubahan, yakni mengenai kedudukan TNI, perpanjangan masa dinas aktif prajurit, serta penugasan prajurit militer di jabatan sipil.

1. Kedudukan TNI dalam UU TNI (Pasal 3)

Kedudukan TNI telah diatur dalam Pasal 3 UU TNI, yang berbunyi:

(1) Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.

(2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.

 

2. Perpanjangan Masa Dinas Aktif Prajurit TNI (Pasal 53)

Pasal 53 ayat (1) UU TNI mengatur usia pensiun sebagai berikut:

Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi:

a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira.
b. 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama.

 

Pemerintah mengajukan kenaikan usia pensiun sebagai berikut:

 

  • Tamtama: 56 tahun
  • Bintara: 57 tahun
  • Letnan Kolonel: 58 tahun
  • Kolonel: 59 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Satu: 60 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Dua: 61 tahun
  • Perwira Tinggi Bintang Tiga: 62 tahun
  • Perwira Bintang Empat: Masa dinas keprajuritannya ditentukan oleh kebijakan presiden.

Prajurit yang menduduki jabatan fungsional tertentu diusulkan dapat melanjutkan dinas hingga usia 65 tahun. Perwira yang telah memasuki usia pensiun, tetapi masih memenuhi persyaratan, dapat direkrut kembali sebagai perwira komponen cadangan (Komcad).

3. Penugasan Prajurit TNI di Jabatan Sipil (Pasal 47)

Perubahan ketiga dalam revisi UU TNI adalah mengenai penugasan prajurit aktif di jabatan sipil. Saat ini, Pasal 47 ayat (2) UU TNI membatasi prajurit aktif hanya bisa menduduki 10 jabatan sipil tanpa harus mundur dari dinas militer, yakni:

  1. Kantor yang membidangi Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
  2. Kementerian Pertahanan
  3. Sekretaris Militer Presiden
  4. Intelijen Negara
  5. Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional
  7. Dewan Pertahanan Nasional
  8. Search and Rescue (SAR) Nasional
  9. Badan Narkotika Nasional
  10. Mahkamah Agung

Pemerintah mengusulkan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit aktif, termasuk di:

 

  1. Kementerian Kelautan dan Perikanan
  2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  3. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  4. Keamanan Laut
  5. Kejaksaan Agung

Revisi juga mencantumkan bahwa prajurit yang menduduki jabatan sipil di luar daftar tersebut harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif sebelum menjabat.

 

Presiden Prabowo Subianto telah memberikan petunjuk kepada Kementerian Pertahanan bahwa prajurit TNI yang akan ditugaskan di kementerian atau lembaga harus pensiun dini.

Revisi UU TNI telah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Presiden Prabowo telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) dengan Nomor R12/Pres/02/2025 pada 13 Februari 2025, untuk menunjuk wakil pemerintah dalam pembahasan revisi UU ini. (Diolah dari berbagai sumber).

AKD PENANGGUNGJAWAB: KOMISI I DPR 

Kontak
Keterangan
Alamat
Sekretariat Komisi I DPR RI. Jl. Jenderal Gatot Subroto, Gedung Nusantara I DPR RI Lantai 1, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kode Pos 10270
Telpon
021-5715520; 021-5715518; 021-5715581
Email
set_komisi1@dpr.go.id
Ketua
Drs. Utut Adianto / F-PDI Perjuangan
Email
Telpon

TAHAP PEMBENTUKAN UU

  • Tahap Penyusunan : Carry Over
  • Tahap Pembahasan : 3 Maret 2025 s.d. Sekarang
  • Tahap Pengesahan/Penetapan: –

SIKAP FRAKSI

Tahap Penyusunan
Sikap

Setuju

  • Fraksi PDI-P 
  • Fraksi Golkar 
  • Fraksi Gerindra 
  • Fraksi PKB 
  • Fraksi Demokrat
  • Fraksi PKS
  • Fraksi Partai Demokrat

 

 

Setuju dengan Catatan

  • Fraksi Nasdem

sumber: Pandangan mini fraksi dalam penetapan Revisi UU TNI menjadi inisiatif DPR, Mei 2024

Tahap Pembahasan
Sikap

Seluruh Fraksi setuju

Tahap Pengesahan
Sikap

DOKUMEN PEMBENTUKAN UU

Tahap Penyusunan
Dokumen

Penyusunan NA

  • Draf NA 
  • Hasil uji publik terhadap NA
  • Masukan masyarakat terhadap draf NA
  • NA (final)

Penyusunan RUU

  • Draf RUU 
  • Masukan masyarakat terhadap RUU
  • Anggota tim panitia kerja dan Laporan tim panitia kerja
  • Anggota tim perumus dan Laporan tim perumus
  • RUU yang telah melalui pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU
  • Pendapat fraksi terhadap RUU
  • Keputusan Baleg terhadap RUU yang telah melalui pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

Pengambilan Keputusan terhadap RUU

  • Naskah RUU
  • Pendapat fraksi terhadap RUU
  • Keputusan Baleg terhadap RUU untuk menjadi RUU usulan DPR
  • Penyampaian RUU kepada Pimpinan DPR untuk ditandatangani dan disampaikan ke Pemerintah

Penyampaian RUU kepada Presiden

  • Surat Pimpinan DPR kepada Presiden
  • RUU yang disampaikan kepada Presiden
Tahap Pembahasan
Dokumen
  • Naskah RUU (Hasil Tahap Penyusunan)
  • Naskah Akademik (Hasil Tahap Penyusunan)
  • DIM dari Pemerintah
  • Penugasan pembahasan RUU
  • Penjelasan dari pihak pengusul RUU
  • Pandangan dari Pemerintah dan DPD
  • Laporan kunjungan kerja untuk penyerapan aspirasi terhadap RUU
  • Laporan panitia kerja, tim perumus, tim kecil, dan/atau tim sinkronisasi
  • Hasil Pembahasan DIM (DIM 1, DIM 2, DIM 3, dst)
  • Pengantar pimpinan komisi, gabungan komisi, Baleg, Badan Anggaran, atau Panitia Khusus (Pengambilan Keputusan)
  • Laporan Panitia Kerja (Pengambilan Keputusan)
  • Pendapat akhir mini fraksi, Presiden dan/atau DPD (Pengambilan Keputusan)
  • Keputusan terhadap RUU (untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II)
  • Naskah RUU hasil Pembicaraan Tingkat I
  • Naskah Akademik hasil Pembicaraan Tingkat I
Tahap Pengesahan
Dokumen
  • Naskah RUU yang akan disepakati
  • Laporan hasil pembicaraan tingkat I (proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I)
  • Pendapat akhir Presiden terhadap RUU
  • Keputusan rapat paripurna terhadap RUU

PANDANGAN DAN MASUKAN

Pandangan dan Masukan atas Revisi UU TNI
Masukan Pakar

RDPU

KOMISI I  DGN PARA PAKAR MENDENGAR MASUKAN ISU TERKAIT PERUBAHAN UU NO.34 THN 2004 TENTANG TNI (3/3/2025)

Para Pakar

Masalah dan masukan yang diungkap oleh masing-masing pakar terkait revisi UU TNI, sebagai berikut:

Opsi 1:

Nama Pakar Masalah yang Diungkapkan Pendapat/Masukan

Mayor Jenderal Rodon Pedrason

Advisor di Defense Diplomasi Strategic Forum, juga Dosen Universitas Pertahanan (UNHAN)

Mekanisme “meaningful participation” belum terpenuhi, artinya proses revisi belum sepenuhnya mengakomodasi masukan dari para ahli dan masyarakat Menekankan pentingnya “meaningful participation” dalam proses revisi. Ia menyoroti persoalan penempatan prajurit TNI di 10 jabatan di lingkungan kementerian/lembaga—menurutnya, setiap warga negara berhak menduduki posisi demi kepentingan nasional. Ia mengajak untuk mendiskusikan secara terbuka dan menilai kembali mekanisme penempatan agar didasarkan pada kompetensi, bukan semata-mata faktor politis
Penempatan prajurit di 10 jabatan di lingkungan kementerian dianggap terlalu tertutup dan berpotensi dipolitisasi, sehingga tidak menjamin penempatan berdasarkan kompetensi nasional

Dr. Tengku Risasyah

Center for Democracy, Diplomacy, and Defense (lembaga riset berbasis di Jakarta dan Bandung)

UU yang ada belum mengintegrasikan nilai-nilai dasar bangsa seperti Pancasila dan UUD 1945 secara optimal, sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan identitas pertahanan negara Mengusulkan agar revisi UU mengintegrasikan nilai-nilai dasar negara (seperti Pancasila dan UUD 1945) serta prinsip-prinsip hukum nasional dan internasional. Ia menekankan perlunya kejelasan pembagian fungsi TNI sehingga peran dan tugas militer tidak disalah artikan sebagai alat politik atau campur tangan yang merugikan profesionalisme pertahanan
Kurangnya pemisahan yang jelas antara tugas pertahanan utama dan tugas pembantuan, yang berisiko menjadikan TNI sebagai instrumen politik atau campur tangan di ranah sipil

Dr. Kusnanto Anggoro

Center for Geopolitical Risk Assessment

(Juga dikenal sebagai akademisi/pakar pertahanan senior)

Proses seleksi dan promosi dalam TNI terlalu dipengaruhi oleh pertimbangan politis, bukan semata-mata berdasarkan kemampuan dan kualifikasi Mengkritisi sistem seleksi dan promosi prajurit yang dinilai kurang berbasis kompetensi dan terlalu dipengaruhi kepentingan politis. Ia menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat mengenai penempatan prajurit di jabatan sipil, pengaturan masa bakti, dan kesejahteraan pasca pensiun. Menurutnya, profesionalisasi TNI harus tetap dijaga agar tidak terjadi penyalahgunaan fungsi militer untuk keuntungan politik atau bisnis
Aturan mengenai penempatan prajurit di jabatan sipil perlu diperjelas, termasuk pengaturan mengenai masa bakti, kesejahteraan, dan batasan keterlibatan dalam aktivitas bisnis, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan

Tokoh di atas merupakan di antara para pakar yang memberikan analisis mendalam tentang bagaimana seharusnya revisi UU No. 34/2004 dapat mengoptimalkan peran TNI—baik dalam menjaga kedaulatan negara maupun dalam menjaga profesionalisme serta mengatur penempatan prajurit di lingkungan sipil secara adil dan berbasis kompetensi.

Setiap pakar menggarisbawahi bahwa revisi UU harus mampu mengatasi persoalan-persoalan tersebut untuk memastikan TNI berfungsi secara profesional, transparan, dan sesuai dengan kepentingan nasional.

Opsi 2:

No Nama Pakar Lembaga/Posisi Pokok Pemaparan/Pendapat
1 Mayor Jenderal TNI (Purn.) Rodon Pedrason

Advisor di Defense Diplomasi Strategic Forum

(Dosen Universitas Pertahanan (UNHAN))

Mengkritisi pembatasan 10 jabatan kementerian yang bisa diisi prajurit TNI, mengusulkan lebih fleksibel dengan berbasis kompetensi.
Menyatakan bahwa penempatan TNI di kementerian/lembaga bukanlah bentuk dwi fungsi, melainkan multifungsidalam mendukung negara.
Menyoroti pentingnya peran TNI dalam berbagai aspek, termasuk penanggulangan bencana dan mendukung kebijakan nasional.
2 Dr. Tengku Risasyah Center for Democracy, Diplomacy, and Defense Mengusulkan bahwa revisi UU harus tetap berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 agar selaras dengan cita-cita nasional.
Mengingatkan pentingnya integrasi sipil-militer yang harmonis dan tidak menimbulkan konflik kepentingan.
Menyoroti bahwa batas usia pensiun TNI harus diatur dengan jelas agar tidak menghambat regenerasi dan promosi di dalam tubuh organisasi.
3 Dr. Kusnanto Anggoro Center for Geopolitical Risk Assessment Menegaskan bahwa revisi UU harus membedakan antara keharusan strategis dan kebutuhan pragmatis.
Mengkritisi sistem seleksi dan promosi prajurit yang dinilai masih terpengaruh politik dan kurang berbasis kompetensi murni.
Menyoroti perdebatan mengenai kembalinya dwi fungsi TNI dan memperingatkan bahwa jawaban Panglima TNI dalam wawancara sebelumnya kurang memperjelas isu ini.
Menyatakan bahwa perpanjangan usia pensiun harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak menimbulkan penumpukan jabatan di internal TNI.

Ketiga pakar ini memberikan pemaparan mengenai berbagai aspek dalam revisi UU, termasuk penempatan TNI di instansi sipil, kesejahteraan prajurit, modernisasi alutsista, hingga batas usia pensiun. Mereka menyoroti pentingnya transparansi dan kehati-hatian dalam perubahan regulasi agar tidak menciptakan polemik di publik maupun di internal TNI sendiri.

Terdapat beberapa pasal dalam UU No. 34/2004 tentang TNI yang menjadi fokus revisi, yaitu:

Pasal Keterangan
Pasal 2 Pasal ini memuat definisi mengenai “profesionalisme TNI”. Para pakar mengkritik rumusan yang ada karena dinilai terlalu kondisional (misalnya, mengaitkan profesionalisme dengan kecukupan gaji) dan tidak mencerminkan kebutuhan TNI masa kini. Oleh karena itu, diusulkan perbaikan definisi agar TNI dipandang sebagai institusi yang profesional tanpa terjebak pada kondisi material semata
Pasal 7 Pasal ini mengatur tugas dan fungsi TNI, termasuk pembagian antara tugas pokok (pertahanan negara) dan tugas pembantuan (misalnya operasi kemanusiaan atau dukungan saat bencana). Ada usulan untuk menyederhanakan atau merumuskan ulang isi pasal ini, khususnya pada ayat-ayat yang memuat daftar operasi militer (contohnya pada ayat 2) agar tidak menjadi beban administratif dan tidak disalahartikan sebagai pembenaran untuk campur tangan di ranah politik
Pasal 39 Pasal ini berkaitan dengan larangan bagi prajurit TNI untuk terlibat dalam kegiatan bisnis. Beberapa narasumber menyatakan bahwa formulasi dalam pasal tersebut kurang tepat dan harus dikaji ulang agar tidak memberatkan prajurit—dengan catatan bahwa kegiatan non-operasional yang bersifat mendukung kesejahteraan seharusnya dapat dievaluasi secara berbeda
Pasal 47 Pasal 47 mengatur mengenai penempatan prajurit TNI di 10 jabatan di lingkungan kementerian/lembaga. Kritik muncul karena penempatan tersebut dianggap terlalu sempit dan menimbulkan debat, sehingga ada usulan agar mekanisme penempatan ini dibuka lebih lebar, dengan mempertimbangkan asas kompetensi serta kepentingan nasional, bukan semata-mata berdasarkan kedekatan politis

Dengan demikian, usulan perubahan utama dalam revisi UU TNI menyasar pasal-pasal 2, 7, 39, dan 47 guna menciptakan regulasi yang lebih modern, transparan, dan berorientasi pada peningkatan profesionalisme serta efektivitas peran TNI dalam mempertahankan kedaulatan negara.

Pemetaan anggota Komisi (DPR) yang memberikan pertanyaan atau pendapat dalam sidang pembahasan revisi UU No. 34/2004 tentang TNI:

No Nama Partai Politik Pendapat/Pertanyaan
1 Ibu H Nino Partai Gerindra (Gorontalo) Menanyakan mekanisme penempatan prajurit yang berbasis kompetensi dan transparansi.
2 Nurul Arifin Partai Gerindra (Dapil Jawa Barat 1) Menekankan pentingnya pengawasan dan kejelasan mekanisme penempatan prajurit.
3 Ibu Novi Golkar (Dapil Sumatera Utara 2) Menyoroti persoalan administratif dan dampak penempatan prajurit terhadap efektivitas organisasi pertahanan.
4 Madam Amelia Anggre Partai Nasdem Mengusulkan agar proses partisipasi dalam revisi UU dibuka lebih lebar dan transparan.
5 Narang Partai Nasdem (Kalteng) Mengajukan pertanyaan terkait implikasi kebijakan penempatan prajurit dalam konteks nasional.
6 Ibu Sarifah PDI Perjuangan (Dapil Banten) Menekankan perlunya penempatan berbasis kompetensi untuk menjaga profesionalisme TNI.
7 Pak Ahmad Heriawan Pimpinan Komisi 1 DPR RI Mengarahkan jalannya sidang dan memastikan setiap masukan tersampaikan secara komprehensif.
8 Pak Utut Adianto PDI Perjuangan (Dapil Jawa Tengah 7) Menyoroti pentingnya keterbukaan dan akuntabilitas dalam penempatan prajurit di jabatan strategis.
9 Irjen Polisi Purnawirawan Freder Kalalembang Partai Demokrat (Dapil Sulawesi Selatan 2) Menanyakan tentang pengawasan implementasi UU TNI dari perspektif keamanan nasional.
10 Anggota Fraksi Gerindra Partai Gerindra (Dapil Banyuwangi, Jawa Timur) Memberikan masukan mengenai penempatan prajurit di jabatan strategis serta potensi politisasi kebijakan pertahanan.
11 Ibu Elita Golkar (Dapil Sumedang/Majalengka/Subang) Menyampaikan pandangan mengenai tata kelola penempatan prajurit dan pentingnya pengaturan administratif yang jelas.
12 Ibu Okta Kumala Raksi (Dapil Banten) Mengajukan pertanyaan mengenai pengaturan jabatan serta dampaknya terhadap kesejahteraan prajurit.
13 Ibu Rut Naomi Rum Kebau PDI Perjuangan (Dapil Papua) Menyampaikan pendapat terkait perbedaan persepsi masyarakat mengenai peran TNI.
14 Gabriel Golkar (Dapil NTT 2) Menyampaikan masukan mengenai relevansi anggaran pertahanan dan implikasinya terhadap kesiapan TNI.
15 Ibu Rachel Maryam Gerindra (Dapil Jawa Barat 2A) Memberikan kritik dan pertanyaan mengenai dampak penempatan TNI terhadap profesionalisme serta kedaulatan negara.
16 Habib Idrus PKS (Dapil Tangerang) Mengemukakan keprihatinan terkait kesejahteraan prajurit dan perlunya sistem penempatan yang transparan dan adil.
17 Yulius Setiarto PDI Perjuangan (Dapil Tangerang Raya, Banten 3) Menyampaikan masukan mengenai pengaturan karir prajurit dan perlunya regulasi pendukung regenerasi profesional.
18 Yuniko Siahaan PDI Perjuangan (Dapil Kota Bandung, Jawa Barat 1) Mengajukan pertanyaan tentang integrasi TNI dengan lembaga pemerintahan dan pentingnya koordinasi lintas instansi.
19 Pak Yuda Fraksi Kebangkitan Bangsa (Dapil Jawa Tengah VI) Memberikan pandangan mengenai potensi konflik kepentingan akibat penempatan prajurit di posisi strategis di lingkungan sipil.
20 Pak Sabam Raja Guguk Gerindra (Dapil Sumut) Menyampaikan kritik terhadap mekanisme penempatan dan menyerukan agar aspek kompetensi diutamakan.

 

Masukan NGO

RDPU

KOMISI I DAN LSM TERKAIT PERUBAHAN UU NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TNI (4/3/2025)

Masalah dan masukan yang diungkap oleh masing-masing pakar terkait revisi UU TNI, sebagai berikut:

Opsi 1:

Narasumber

Masalah yang Diungkapkan

Pendapat/Masukan

Dr. Is Hasani

Perwakilan dari Setara Institute

Objektif Civilian Control:

Menekankan perlunya pengendalian sipil yang objektif atas TNI agar tidak terjadi dominasi subjective civilian control di mana TNI merasa dipinggirkan

Menekankan pentingnya pengendalian sipil yang objektif atas militer dan mengkritik munculnya fenomena “subjective civilian control” di mana TNI merasa dipinggirkan, yang berpotensi mengakibatkan ketidakseimbangan dalam hubungan sipil-militer

Supremasi Sipil dan Keseimbangan Kewenangan:

Menggarisbawahi pentingnya supremasi sipil dalam perumusan kebijakan, sehingga otoritas politik negara tetap mendominasi dan menjaga keseimbangan antara kepentingan militer dan sipil

Menyatakan bahwa undang-undang seharusnya menjamin supremasi sipil, dengan memberikan ruang yang memadai bagi perancangan kebijakan sipil dan profesionalisme TNI

Revisi Regulasi Pendukung:

Mengusulkan agar undang-undang peradilan militer dan undang-undang perbantuan militer direvisi untuk menciptakan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang lebih adil

Mengajukan agar dilakukan revisi terhadap undang-undang peradilan militer dan undang-undang perbantuan militer agar mekanisme pengawasan dan akuntabilitas terhadap TNI dapat berjalan dengan adil dan konsisten

Profesionalisme dan Kesejahteraan TNI:

Menyampaikan kekhawatiran bahwa kecenderungan kontrol yang bersifat subjektif dapat menghambat profesionalisme TNI serta mengurangi perhatian terhadap kesejahteraan prajurit

Menekankan pentingnya memastikan kesejahteraan anggota TNI dan mengatur batasan peran TNI dalam jabatan sipil untuk menghindari konflik loyalitas dan gangguan dalam birokrasi sipil

Dr. Al-Araf

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan (Imparsial)

Refleksi Historis dan Tujuan Asli UU TNI:

Menyoroti bahwa UU TNI 34/2004 awalnya dirancang untuk mendorong transformasi TNI menuju profesionalisme pasca-reformasi, namun revisi saat ini berisiko mengaburkan tujuan tersebut

Menyampaikan refleksi historis mengenai 20 tahun perjalanan UU TNI, dengan menekankan bahwa undang-undang tersebut awalnya didesain untuk mendorong profesionalisme TNI dan mengkritik draft revisi yang sedang dibahas karena dinilai mengandung pasal-pasal bermasalah yang dapat mengancam arah profesionalisme TNI

Perluasan Peran TNI di Jabatan Sipil:

Mengkritik rencana penempatan anggota TNI pada jabatan sipil, yang dapat menimbulkan konflik loyalitas, mengganggu birokrasi sipil, dan mengurangi fokus TNI sebagai alat pertahanan

Menyoroti risiko perluasan peran TNI di luar fungsi utama sebagai alat pertahanan, terutama dengan penempatan tentara di jabatan sipil yang dapat menimbulkan dualisme loyalitas dan konflik birokrasi

Evaluasi Kebijakan Modernisasi dan Masa Bakti:

Menekankan perlunya analisis mendalam (misalnya cost-benefit analysis) terkait kebijakan modernisasi dan penyesuaian masa bakti, agar tidak mengorbankan integritas profesionalisme militer

Menggarisbawahi pentingnya evaluasi mendalam (misalnya cost-benefit analysis) terkait kebijakan modernisasi, masa bakti, dan peran TNI dalam struktur pemerintahan agar tidak mengorbankan prinsip demokrasi dan supremasi sipil

Penjagaan Prinsip Demokrasi:

Memperingatkan bahwa setiap perubahan harus tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan fokus TNI pada fungsi pertahanan negara, bukan untuk peran yang bersifat politis atau administratif

Mendorong agar setiap perubahan dalam undang-undang harus tetap berpegang pada esensi pertahanan negara, yakni menjaga agar TNI fokus pada tugas utama sebagai institusi perang dan pertahanan

Kedua narasumber di atas merupakan pakar dari kalangan LSM yang secara khusus memberikan analisis dan masukan teknis mengenai implikasi dan arah perubahan UU TNI.

 

 

Opsi 2:

No

Nama Pakar

Lembaga/Institusi

Pendapat yang Dikemukakan

1

Dr. Ismail Hasani

Setara Institute

Menyoroti pentingnya pengendalian sipil yang objektif agar tidak terjadi dominasi subjective civilian control.

Mengkritik ketidakseimbangan relasi sipil-militer yang dapat melemahkan profesionalisme TNI.

Mengusulkan revisi Undang-Undang Peradilan Militer dan Undang-Undang Perbantuan Militer sebagai bagian dari reformasi sektor keamanan.

Mengkritik peran TNI dalam jabatan sipil, yang dapat menimbulkan konflik loyalitasserta ketimpangan dalam birokrasi sipil.

Menyebut adanya usulan perpanjangan masa bakti dinas prajurit, tetapi menekankan perlunya kajian cost-benefit analysis sebelum implementasi.

2

Dr. Al-Araf

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan (Imparsial)

Mengkritik bahwa revisi UU TNI berpotensi membawa kemunduran dalam reformasi dan profesionalisme militer.

Menilai revisi ini tidak sejalan dengan semangat demokratisasi yang dibangun dalam UU TNI 34/2004.

Menolak perluasan peran TNI di jabatan sipil, karena dapat menciptakan loyalitas ganda, menghambat meritokrasi, dan menyebabkan ketimpangan di birokrasi sipil.

Menekankan bahwa TNI harus tetaptunduk pada peradilan umum dalam kasus tindak pidana umum, sesuai dengan prinsip kesetaraan hukum.

Mengingatkan bahwa dalam praktiknya, banyak operasi militer selain perang (OMSP) dilakukan tanpa keputusan politik negara, yang seharusnya mendapat pertimbangan DPR.

Mendorong DPR untuk lebih memprioritaskan revisi UU Peradilan Militer dan UU Perbantuan Militer, sebagaimana diamanatkan oleh TAP MPR No. 7 Tahun 2000.

Kedua pakar ini memberikan kritik utama terhadap revisi UU No. 34/2004 tentang TNI, dengan fokus pada kontrol sipil, profesionalisme militer, peradilan militer, serta dampaknya terhadap birokrasi sipil dan demokrasi.

Terdapat beberapa pasal yang menjadi fokus pembahasan untuk diubah atau ditinjau ulang dalam rancangan revisi UU TNI, yaitu:

Pasal

Keterangan

Pasal 7 (khususnya ayat 3)

 

 

Mengatur tentang operasi militer selain perang

Masalah yang diangkat adalah kekhawatiran bahwa dengan perluasan peran TNI di luar fungsi inti pertahanan, mekanisme pengambilan keputusan atas operasi tersebut menjadi terlalu tersentralisasi pada keputusan politik negara tanpa pengawasan DPR yang memadai

Pasal 47 (terutama ayat-ayat yang mengatur penempatan prajurit aktif)

Mengatur tentang penempatan TNI di jabatan-jabatan sipil

Kritik diarahkan pada potensi konflik loyalitas dan gangguan pada birokrasi sipil, karena penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dianggap bisa mengaburkan batas antara peran militer dan fungsi administratif sipil

Pasal 65 dan Pasal 74 (terkait peradilan militer)

Isu yang diangkat berkaitan dengan mekanisme peradilan untuk tindak pidana yang melibatkan anggota TNI

Terdapat perdebatan mengenai penghapusan salah satu pasal ini. Sebagian pihak menilai penghapusan pasal 65 (yang mewajibkan anggota TNI tunduk pada peradilan umum untuk tindak pidana umum) akan melemahkan prinsip persamaan di depan hukum, sedangkan ada usulan agar justru yang dihapus adalah pasal 74 agar prinsip tersebut tetap dijaga

Pasal 2A

Berkaitan dengan definisi dan pendasaran makna keamanan nasional

Masalah yang muncul adalah kekhawatiran bahwa definisi yang terlalu luas atau tidak tepat dapat membuka celah interpretasi untuk memperluas peran TNI di luar fungsi pertahanan inti, sehingga mengaburkan batas antara peran strategis dan non-strategis

Setiap perubahan pasal tersebut dikritisi karena dianggap berpotensi menggeser keseimbangan antara supremasi sipil, profesionalisme militer, dan prinsip-prinsip demokrasi yang selama ini dijunjung dalam UU TNI 34/2004.

Pandangan Pemerintah

RAKER 

KOMISI I DPR DENGAN MENHUM, MENKEU, MENHAN DAN MENSESNEG RI (11/3/2025)

ISU

Kategori Isu Isu Pembahasan
Isu Utama Revisi UU TNI Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum dan dinamika sosial.
Batas Usia Pensiun Prajurit TNI Usulan kenaikan usia pensiun menjadi 58 tahun untuk Bintara dan Tamtama, serta 60 tahun untuk Perwira, dengan kemungkinan perpanjangan hingga 65 tahun bagi jabatan fungsional.
Penempatan Prajurit TNI di Jabatan Sipil Perubahan Pasal 47 UU TNI terkait peran prajurit aktif di kementerian/lembaga dengan batasan kewenangan agar tidak tumpang tindih dengan sipil.
Modernisasi Alutsista dan Industri Pertahanan Penguatan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan dan mendukung industri pertahanan dalam negeri.
Peningkatan Kesejahteraan Prajurit Fokus pada peningkatan kesejahteraan melalui tunjangan, jaminan sosial, dan fasilitas bagi prajurit dan keluarganya.
Peran TNI dalam Tugas Nonmiliter Menentukan batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas nonperang agar tetap sejalan dengan supremasi sipil dan demokrasi.
Pembentukan Panja Revisi UU TNI DPR RI membentuk Panja untuk membahas revisi UU, sementara pemerintah diminta membentuk tim Panja sendiri.
Isu Lain Kesiapan Anggaran untuk Revisi UU TNI Implikasi finansial dari revisi UU, termasuk anggaran kesejahteraan prajurit dan modernisasi alutsista.
Koordinasi DPR dan Pemerintah dalam Pembahasan RUU Pemerintah diminta menunjuk perwakilan dalam tim Panja untuk mempercepat pembahasan.
Konsekuensi Hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan MK tentang batas usia pensiun dan kebijakan hukum lain menjadi dasar revisi UU.
Perbandingan dengan Polri dan ASN Pembahasan perbedaan batas usia pensiun TNI, Polri, dan ASN serta usulan keseragaman kebijakan.
Perubahan Struktur Organisasi TNI Penyesuaian struktur untuk meningkatkan efektivitas tugas dan fungsi.
Polemik Penempatan Prajurit Aktif di Kementerian/Lembaga Kekhawatiran terhadap dampaknya pada profesionalisme militer dan tumpang tindih birokrasi sipil.
Dinamika Geopolitik dan Ancaman Pertahanan Tantangan global seperti perang siber dan perang hibrida yang memerlukan transformasi strategi pertahanan.

NARASUMBER

Narasumber Jabatan/Perwakilan Detail Pendapat yang Diutarakan
Menteri Pertahanan Menteri Pertahanan Republik Indonesia (diwakili oleh pejabat yang menyampaikan pandangan pemerintah)

• Membuka penyampaian dengan salam dan ucapan selamat menjalankan ibadah, mengingatkan suasana ibadah dan kebersamaan di tengah rapat.

• Menyampaikan bahwa dasar pembahasan didasarkan pada surat Presiden Nomor R12 Tahun 2025, yang menunjuk pemerintah untuk menyampaikan keterangan atas RUU perubahan UU TNI.

• Menekankan bahwa UU TNI merupakan dasar hukum untuk penyelenggaraan fungsi, tugas, dan kewenangan TNI sebagai alat negara yang harus selalu menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keselamatan negara.

• Mengemukakan bahwa revisi undang-undang TNI diperlukan untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas dalam pelaksanaan tugas nonmiliter, yang sejalan dengan tuntutan situasi global yang dinamis dan ancaman baru (misalnya, perang siber, perang hibrida, dan ancaman asimetris).

• Menguraikan empat sasaran utama revisi RUU TNI:

– Memperkuat kebijakan modernisasi alutsista dan pengembangan industri pertahanan dalam negeri.

– Memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas nonmiliter.

– Meningkatkan kesejahteraan prajurit melalui penyesuaian pendapatan, jaminan sosial, dan fasilitas pendukung.

– Menyesuaikan ketentuan mengenai kepemimpinan, jenjang karir, dan usia pensiun sesuai kebutuhan organisasi modern.

• Menyatakan bahwa penyesuaian batas usia juga didorong oleh perbandingan dengan batas usia pensiun di lingkungan Polri dan ASN serta peningkatan harapan hidup masyarakat.

• Menekankan pentingnya menjaga profesionalisme TNI sebagai prajurit pejuang yang tetap fokus pada tugas mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara, meskipun diberi ruang dalam tugas nonmiliter.

Perwakilan Menteri Keuangan Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia (diwakili oleh pejabat, misalnya Pak Anggito/Wamen Keuangan)

• Menyampaikan bahwa perubahan yang diusulkan dalam RUU TNI juga harus mempertimbangkan aspek pembiayaan, mengingat adanya kebutuhan peningkatan kesejahteraan prajurit dan alokasi untuk modernisasi alutsista.

• Menekankan bahwa perhitungan anggaran harus dilakukan secara cermat agar penyesuaian kesejahteraan dan pengadaan peralatan tidak mengganggu stabilitas keuangan negara.

• Mengingatkan pentingnya kalkulasi mendalam, termasuk memperhitungkan jumlah prajurit (misalnya, jumlah prajurit yang disebutkan dalam pembahasan mengenai struktur TNI) agar alokasi anggaran seimbang dan efisien.

Perwakilan Menteri Sekretaris Negara Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia (diwakili oleh pejabat, misalnya Pak Pretyo Hadi)

• Menyampaikan pandangan pemerintah tentang pentingnya koordinasi lintas kementerian dalam pembahasan RUU perubahan UU TNI, terutama terkait penempatan prajurit di kementerian/lembaga.

• Menginformasikan bahwa pemerintah akan segera membentuk tim Panja (panitia kerja) yang terdiri dari perwakilan dari masing-masing kementerian terkait (Hukum, Keuangan, Pertahanan, dan Sekretaris Negara) untuk membahas mekanisme dan jadwal penyusunan RUU secara mendetail.

• Menekankan bahwa penyampaian susunan tim Panja dari pemerintah kepada Komisi I DPR RI merupakan langkah penting untuk memastikan keselarasan dan kesepakatan bersama dalam proses pembahasan RUU.

PASAL

Pasal yang Dibahas Isi / Masalah yang Dibahas Usulan Revisi
Pasal 53 Mengatur masa dinas prajurit TNI dengan ketentuan bahwa usia maksimal adalah 53 tahun bagi Bintara/Tamtama dan 58 tahun bagi perwira. Dokumen menyebutkan bahwa ketentuan ini sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini, mengingat peningkatan angka harapan hidup dan perbandingan dengan batas usia di Polri dan ASN. Penambahan usia masa dinas prajurit, yaitu diusulkan agar usia pensiun naik menjadi 58 tahun bagi Bintara/Tamtama, 60 tahun bagi perwira, serta memungkinkan perpanjangan hingga 65 tahun bagi prajurit dengan jabatan fungsional.
Pasal 47 ayat 2 Mengatur peran prajurit aktif TNI yang ditempatkan di kementerian/lembaga. Pembahasan menyoroti kekhawatiran bahwa penempatan ini dapat mengaburkan garis antara fungsi militer dan fungsi sipil, serta berpotensi mengurangi profesionalisme TNI. Revisi diusulkan untuk menetapkan mekanisme penempatan prajurit di kementerian/lembaga secara terbatas dan jelas, guna menjaga profesionalisme dan memastikan pemisahan yang tegas antara peran militer dan sipil.

 

 

KOMISI I DPR RI RAKER DENGAN PANGLIMA TNI BESERTA KASAD, KASAL (13/3/2025)

Nama Pendapat
Utut Adianto (Ketua Komisi I DPR RI) Mengawali rapat dengan menegaskan bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI harus dilakukan secara terbuka sesuai ketentuan. Menyampaikan surat dari Presiden mengenai penunjukan empat menteri yang mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut. Menekankan bahwa dalam pembuatan undang-undang harus memperhatikan tiga prinsip utama: right to be heard, right to be considered, dan right to be explained, sebagaimana tertuang dalam keputusan Mahkamah Konstitusi. Menjelaskan bahwa revisi Undang-Undang TNI mencakup banyak aspek, termasuk postur organisasi, pengerahan dan penggunaan kekuatan, pembiayaan, serta hubungan kelembagaan. Menyoroti bahwa dalam revisi ini tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 10 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, laut, dan udara.
Jenderal TNI Agus Subiyanto (Panglima TNI) Menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 belum pernah direvisi selama lebih dari 20 tahun. Revisi ini diperlukan agar TNI dapat lebih responsif terhadap ancaman yang berkembang, termasuk konflik di Laut Natuna Utara, konflik vertikal di dalam negeri, dinamika politik dalam negeri seperti Pemilu, ancaman siber, dan bencana alam. Menjelaskan bahwa TNI sedang meningkatkan integrasi sistem pertahanan melalui network-centric warfare. TNI juga ingin memperkuat peran intelijen strategis dan mendukung kemandirian alutsista. Panglima TNI juga menegaskan bahwa revisi UU ini bertujuan untuk menjaga profesionalisme TNI, termasuk memperjelas batasan peran dalam sistem demokrasi agar tidak tumpang tindih dengan lembaga lain. Mengenai batas usia pensiun, Panglima menjelaskan bahwa penambahan usia pensiun dilakukan agar TNI dapat lebih memanfaatkan prajurit yang masih dalam usia produktif.
Amelia Anggraini (Anggota Komisi I DPR RI) Mengapresiasi pernyataan Panglima TNI yang menegaskan bahwa perwira TNI yang ditempatkan di jabatan sipil harus pensiun atau mundur dari dinas aktif. Menyampaikan bahwa penempatan prajurit TNI di jabatan sipil perlu diatur dengan standar meritokrasi agar tidak menimbulkan kecemburuan di kalangan ASN. Mengusulkan agar kebijakan ini diatur dalam Peraturan Panglima yang mensyaratkan latar belakang pendidikan yang relevan. Mempertanyakan bagaimana perpanjangan masa bakti mempengaruhi rekrutmen TNI dan memastikan bahwa rekrutmen tetap berjalan efektif sesuai kebutuhan organisasi.
Andina Teresia Narang (Anggota Komisi I DPR RI) Mempertanyakan bagaimana perubahan usia pensiun akan berdampak pada rekrutmen Bintara dan Tamtama, terutama terkait efisiensi anggaran. Menyoroti bahwa dunia menghadapi ancaman non-tradisional, termasuk keamanan siber dan geopolitik global yang dinamis. Meminta Panglima TNI menjelaskan strategi dalam mengurangi bottleneck di level perwira tinggi dan solusi untuk mengatasi perwira tinggi yang tidak mendapat penempatan jabatan.
Irjen Pol (Purn.) Frederik Kalalembang (Anggota Komisi I DPR RI) Menyoroti ketentuan usia pensiun dalam revisi UU TNI. Menyatakan bahwa jabatan fungsional di lingkungan TNI sering kali hanya menjadi tempat penampungan perwira yang tidak mendapatkan posisi di jabatan struktural. Mengusulkan agar batas usia pensiun 65 tahun hanya diberikan kepada mereka yang memiliki keahlian khusus dan benar-benar diperlukan.
Farah Putri Nahlia (Anggota Komisi I DPR RI) Menyampaikan bahwa penambahan usia pensiun dapat diterima karena usia 60 tahun masih produktif. Namun, meminta penjelasan mengenai korelasi antara penambahan usia pensiun dengan produktivitas prajurit. Meminta agar sistem promosi perwira dilakukan dengan merit system yang lebih ketat agar hanya yang terbaik yang bisa naik pangkat. Menyoroti dampak finansial dari perpanjangan usia pensiun, termasuk potensi kenaikan belanja pegawai. Mempertanyakan bagaimana sistem pembinaan karir akan beradaptasi dengan aturan baru ini, serta bagaimana dampaknya terhadap regenerasi kepemimpinan dalam tubuh TNI.
Mayjen TNI (Purn.) TB Hasanuddin (Anggota Komisi I DPR RI) Menyarankan agar pembahasan revisi UU dilakukan secara bertahap dan hati-hati tanpa menimbulkan kegaduhan. Meminta agar semua masukan dari berbagai pihak dituangkan dalam pembahasan Panja. Mengingatkan bahwa revisi ini harus menghasilkan undang-undang yang benar-benar komprehensif dan tidak bersifat sementara. Menyoroti bahwa anggaran pertahanan diproyeksikan naik menjadi 1,6% dari PDB, yang diharapkan dapat mempercepat modernisasi TNI.
Yan Permenas Mandenas (Anggota Komisi I DPR RI) Meminta kejelasan tentang tata kelola jabatan perwira tinggi agar tidak terjadi penumpukan jabatan. Mengusulkan agar kodam-kodam baru dibuka untuk mengakomodasi kebutuhan organisasi dan regenerasi perwira. Menyampaikan bahwa revisi UU ini seharusnya juga mengakomodasi tantangan keamanan siber dengan membentuk angkatan siber yang lebih formal dalam struktur TNI.
Irjen Pol M. Arin (Anggota Komisi I DPR RI) Menyoroti peran TNI dalam pemberantasan narkoba. Mempertanyakan apakah TNI akan memiliki struktur khusus untuk menangani narkoba atau bekerja sama dengan Polri dan BNN. Meminta klarifikasi tentang kewenangan TNI dalam menangani kasus narkoba yang ditemukan di lapangan.
Anton Suratto (Anggota Komisi I DPR RI) Menyoroti kesejahteraan prajurit dan bagaimana revisi UU ini dapat meningkatkan kondisi mereka. Mempertanyakan apakah revisi ini dapat meningkatkan sinergi antar matra dalam tubuh TNI. Mengusulkan adanya program pelatihan khusus bagi prajurit untuk meningkatkan kesejahteraan mereka di masa purnawirawan. Meminta agar prajurit yang bertugas di daerah terpencil mendapatkan tunjangan yang lebih besar.

 

Jumlah Rapat

Laporan Singkat

Catatan Rapat

Risalah

Disclaimer: Jumlah rapat ini diolah berdasarkan data di menu legislasi web DPR (Sileg). Ada kemungkinan menu legislasi tidak mencantumkan seluruh rapat yang dilakukan pada penyusunan/pembahasan RUU ini.

Rekam Jejak

RUU

Tahap Pembahasan

Diolah dari Web DPR RI
^
1. Kamis, 13 Februari 2025

Penyerahan Surpres

Terbuka

Penyerahan Surpres

  • Lapsing : Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video : Tidak Ada
  • Bahan Pemerintah : Tidak ada
  • Lain-lain :-

 

^
2. Senin, 03 Maret 2025

RDPU dengan Pakar

Terbuka

RDPU Komisi I  dengan Para Pakar untuk Mendengar Masukan Isu terkait Perubahan UU No.34 Thn 2004 tentang TNI

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing : Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video : ada
  • Draf NA : Tidak ada
  • Draf RUU : Tidak ada
  • Bahan Narasumber :Tidak ada
  • Lain-lain : Tidak ada

 

^
3. Selasa, 4 Maret 2025

RDPU dengan NGO/LSM

Terbuka

RDPU Komisi I  dengan NGO/LSM untuk Mendengar Masukan Isu terkait Perubahan UU No.34 Thn 2004 tentang TNI

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing : Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video : ada
  • Draf NA : Tidak ada
  • Draf RUU : Tidak ada
  • Bahan Narasumber :Tidak ada
  • Lain-lain : Tidak ada 

 

^
4. Senin, 10 Maret 2025

RDPU dengan PEPABRI

Terbuka

RDPU Komisi I  dengan PEPABRI untuk Mendengar Masukan Isu terkait Perubahan UU No.34 Thn 2004 tentang TNI

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing : Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video : ada
  • Draf NA : Tidak ada
  • Draf RUU : Tidak ada
  • Bahan Narasumber :Tidak ada
  • Lain-lain : Tidak ada 

 

^
5. Selasa, 11 Maret 2025

Raker dengan Pemerintah

Terbuka

Komisi I DPR RI Raker dengan Menhum, Menkeu, Menhan dan Mensesneg RI

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing : Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video : ada
  • Draf NA : Tidak ada
  • Draf RUU : Tidak ada
  • Bahan Narasumber :Tidak ada
  • Lain-lain : Tidak ada 

 

^
6. Kamis, 13 Maret 2025

Raker dengan Panglima TNI

Terbuka

Raker dengan Panglima TNI beserta Kasad, Kasal, Kasau Untuk Mendapatkan Masukan terkait Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI.

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing : Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video : ada
  • Draf NA : Tidak ada
  • Draf RUU : Tidak ada
  • Bahan Narasumber :Tidak ada
  • Lain-lain : Tidak ada 

 

 

^
7. Jum'at, 14 Maret 2025

Rapat Panja – DIM

Tertutup

*Agenda rapat ini tidak dipublikasikan melalui web resmi DPR RI.

Rapat Panja Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Agenda: Pembahasan DIM 

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing :Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video :Tidak Ada
  • Draf NA :Tidak Ada
  • Draf RUU : Tidak Ada
  • Lain-lain :Tidak Ada

 

^
8. Sabtu, 15 Maret 2025

Rapat Panja – DIM

Tertutup

*Agenda rapat ini tidak dipublikasikan melalui web resmi DPR RI.

Rapat Panja Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Agenda: Pembahasan DIM 

Dokumen yang diumumkan : 

  • Lapsing :Tidak ada
  • Catatan Rapat : Tidak ada
  • Risalah : Tidak ada
  • Video :Tidak Ada
  • Draf NA :Tidak Ada
  • Draf RUU : Tidak Ada
  • Lain-lain :Tidak Ada