LATAR BELAKANG
Pengabaian Hak Masyarakat Adat dan Lokal
- Putusan MK No. 35/2012 (hutan adat bukan hutan negara) belum sepenuhnya diakomodasi dalam revisi.
- Masyarakat sipil menilai revisi masih menempatkan masyarakat adat sebagai “subordinat” dibanding korporasi.
- Konflik tenurial sering terjadi karena UU Kehutanan (versi lama maupun revisi) lebih melindungi klaim negara dan perusahaan, sementara klaim adat kurang kuat.
Dominasi Ekonomi vs Perlindungan Lingkungan
- Revisi UU Kehutanan dianggap lebih berpihak pada kepentingan investasi (perkebunan sawit, tambang, infrastruktur, energi) daripada perlindungan hutan.
- Banyak pasal yang justru melemahkan instrumen perlindungan hutan dan membuka ruang lebih luas bagi konversi hutan untuk kepentingan non-kehutanan.
- Contoh kritik muncul saat UU Cipta Kerja mengubah skema izin, yang dinilai mempermudah perizinan tetapi berpotensi meningkatkan deforestasi.
Krisis Iklim dan Komitmen Global
- Dalam perspektif masyarakat sipil, revisi seharusnya berorientasi pada pengendalian perubahan iklim, pemenuhan komitmen Paris Agreement, dan target NDC (Nationally Determined Contributions).
- Sayangnya, revisi dinilai masih “business as usual”, tidak cukup tegas menutup peluang deforestasi, dan bahkan memberi celah legalisasi bagi kegiatan industri di kawasan hutan.
Agenda Good Governance
- Memperkuat transparansi data perizinan,
- Memperbaiki tata kelola (misalnya dengan sistem one map policy),
- Mencegah korupsi sektor kehutanan
- Memastikan akuntabilitas pejabat pemberi izin.
AKD: KOMISI IV DPR
TAHAP PEMBENTUKAN UU
SIKAP FRAKSI
DOKUMEN PEMBENTUKAN UU
Tahap Perencanaan
Dokumen
Penatapan RUU sebagai RUU Prolegnas Prioritas 2025 (Klik)
Tahap Penyusunan
Dokumen
- Naskah Akademik (Klik)
- Hasil uji publik terhadap NA
- Masukan masyarakat terhadap draf NA
- NA (final)
Penyusunan RUU
- Konsepsi RUU
- Masukan masyarakat terhadap Konsepsi RUU
- Anggota tim panitia kerja dan Laporan tim panitia kerja
- Anggota tim perumus dan Laporan tim perumus
- RUU yang telah melalui pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU
- Pendapat fraksi terhadap RUU
- Keputusan Baleg terhadap RUU yang telah melalui pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Pengambilan Keputusan terhadap RUU
- Naskah RUU (Klik)
- Pendapat fraksi terhadap RUU
- Keputusan Baleg terhadap RUU untuk menjadi RUU usulan DPR
- Penyampaian RUU kepada Pimpinan DPR untuk ditandatangani dan disampaikan ke Pemerintah
Penyampaian RUU kepada Presiden
- Surat Pimpinan DPR kepada Presiden
- RUU yang disampaikan kepada Presiden
Tahap Pembahasan
Dokumen
- Naskah RUU (Klik)
- Naskah Akademik (Klik)
- DIM dari Pemerintah
- Penugasan pembahasan RUU
- Penjelasan dari pihak pengusul RUU
- Pandangan dari Pemerintah dan DPD
- Laporan kunjungan kerja untuk penyerapan aspirasi terhadap RUU
- Laporan panitia kerja, tim perumus, tim kecil, dan/atau tim sinkronisasi
- Hasil Pembahasan DIM (DIM 1, DIM 2, DIM 3, dst)
- Pengantar pimpinan komisi, gabungan komisi, Baleg, Badan Anggaran, atau Panitia Khusus (Pengambilan Keputusan)
- Laporan Panitia Kerja (Pengambilan Keputusan)
- Pendapat akhir mini fraksi, Presiden dan/atau DPD (Pengambilan Keputusan)
- Keputusan terhadap RUU (untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II)
- Naskah RUU hasil Pembicaraan Tingkat I
- Naskah Akademik hasil Pembicaraan Tingkat I
Tahap Pengesahan
Dokumen
- Naskah RUU yang akan disepakati
- Laporan hasil pembicaraan tingkat I (proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I)
- Pendapat akhir Presiden terhadap RUU
- Keputusan rapat paripurna terhadap RUU
PARTISIPASI
Daftar Organisasi Masyakarat Sipil yang memberikan masukan secara aktif pada Revisi UU Kehutanan.
- HuMa
- Greenpeace
- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
- Forest Watch Indonesia (FWI)
- ICCAs
- WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)
- JPIK (Jaringan Pemantau Independen Kehutanan)
- ICEL (Indonesian Center for Environmental Law)
- PUSAKA
- Penabulu Foundation
- Yayasan Lestari Alam
- Lapor Iklim
- Women Research Institute
- Link-AR Borneo
- Yayasan Madani Berkelanjutan
- PIKUL
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Trend Asia
- Independent Forest Monitoring Fund (IFMF)
- TUK Indonesia
- AP2SI (Asosiasi Pendamping Perempuan dan Anak Indonesia)
- IWGFF (International Working Group on Forest Finance)
- Sajogyo Institute
- Satya Bumi
- Jubir Warga
- Publish What You Pay Indonesia
- Indonesian Parliamentary Center (IPC)
- Pantau Gambut
- Prof. Dodik Ridho Nurrochmat (IPB)
- Prof. Jhonni Marwa (Univ Papua, Manokwari Papua Barat)
- Prof. M. Alif K Sahide (Unhas, Sulsel)
- La Ode M Syarif (Unhas, Sulsel)
- Sofyan Pulungan (UI)
REKAM JEJAK
Jumlah Rapat
Laporan Singkat
Catatan Rapat
Risalah
Disclaimer: Jumlah rapat ini diolah berdasarkan data di menu legislasi web DPR (Sileg). Ada kemungkinan menu legislasi tidak mencantumkan seluruh rapat yang dilakukan pada penyusunan/pembahasan RUU ini.
Rekam Jejak
RUU
Tahap Perencanaan
Diolah dari Web DPR RI
1. Selasa, 19 November 2024
Paripurna
Penetapan dalam RUU Kehutanan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2025
Dokumen yang Diumumkan:
- Lapsing : Tidak ada
- Catatan Rapat : Tidak ada
- Risalah : Tidak ada
- Video : Tidak ada
- Materi : Tidak ada
- Lain-lain : –
2. Selasa, 18 Februari 2025
Paripurna
Penetapan dalam RUU Kehutanan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Perubahan Tahun 2025
Dokumen yang Diumumkan:
- Lapsing : Tidak ada
- Catatan Rapat : Tidak ada
- Risalah : Tidak ada
- Video : Tidak ada
- Materi : Tidak ada
- Lain-lain : –
Rekam Jejak
RUU
Tahap Penyusunan
Diolah dari Hasil Pemantauan
1. Senin, 28 April 2025
Rapat Internal
Rapat Internal Panja Penyusunan RUU Kehutanan. Penjelasan Kepala BKD; Penyerahan Konsep RUU & NA; dan Pembahasan Rencana Kerja RUU.
Dokumen yang Diumumkan:
- Lapsing : Tidak ada
- Catatan Rapat : Tidak ada
- Risalah : Tidak ada
- Video : Tidak ada
- Materi : Tidak ada
- Lain-lain : –
Peserta:
- Internal Komisi IV DPR
2. Kamis, 15 Mei 2025
RDPU
Jaring Pendapat Panja Komisi IV DPR RI ke Universitas Mulawarman
Dokumen yang Diumumkan:
- Lapsing : Tidak ada
- Catatan Rapat : Tidak ada
- Risalah : Tidak ada
- Video : Tidak ada
- Materi : Tidak ada
- Lain-lain : –
Peserta:
- Akademisi Universitas Mulawarman
3. Rabu, 25 Juni 2025
RDPU
RDPU Masukan untuk RUU Kehutanan
Dokumen yang Diumumkan:
- Lapsing : Tidak ada
- Catatan Rapat : Tidak ada
- Risalah : Tidak ada
- Video : Tidak ada
- Materi : Tidak ada
- Lain-lain : –
Peserta:
- Prof. Dodik Ridho Nurrochmat (IPB)
- Prof. Jhonni Marwa (Univ Papua, Manokwari Papua Barat)
- Prof. M. Alif K Sahide (Unhas, Sulsel)
- La Ode M Syarif (Unhas, Sulsel)
- Sofyan Pulungan (UI)
4. Selasa, 15 Juli 2025
RDPU
RDPU Masukan untuk RUU Kehutanan
Dokumen yang Diumumkan:
- Lapsing : Tidak ada
- Catatan Rapat : Tidak ada
- Risalah : Tidak ada
- Video : Tidak ada
- Materi : Tidak ada
- Lain-lain : –
Peserta:
- AMAN
- WALHI
- WWF
- Auriga Nusantara
- WGII
- HuMA
- Greenpeace
- Forest Watch Indonesia
ASPIRASI KOALISI MASYARAKAT SIPIL
Beranda
Kertas Posisi: 3 Alasan Mencabut UU Kehutanan
Pada 19 November 2024, DPR resmi memasukkan perubahan keempat Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disebut UU 41/1999) ke dalam Prolegnas Prioritas 2024-2029. Saat naskah ini disusun, RUU tersebut memasuki proses penyusunan oleh Komisi IV DPR RI. Perubahan UU 41/1999 bukanlah agenda baru. Agenda ini telah bergulir sejak 2017, kendati gagal terwujud karena tidak pernah tuntas di DPR.
Naskah ini bertujuan melakukan evaluasi 26 tahun implementasi UU 41/1999. Langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut: Pertama, inventarisasi bahan hukum berupa putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hasil pengujian Undang-undang, peraturan terkait, hasil penelitian hukum dan/atau non hukum, serta hasil seminar, lokakarya dan FGD. Kedua melakukan evaluasi dengan menggunakan tiga aspek yaitu: filosofis, sosiologis dan yuridis; Ketiga, tahapan terakhir adalah menarik kesimpulan dan rekomendasi. Selengkapnya
Kertas Kebijakan: Arah Pengaturan Revisi UU Kehutanan
Pernahkan anda bertanya-tanya mengapa tiba-tiba daerah yang telah kita diami selama bertahun-tahun tiba-tiba berubah menjadi taman nasional? Bolehkah itu semua dilakukan? Dan saat tersadar, ternyata semuanya itu berhubungan dengan UU Kehutanan. Kertas kebijakan ini merupakan bagian dari naskah akademik usulan perubahan UU Kehutanan versi Koalisi untuk Perubahan Kebijakan Kehutanan (KPKK). UU Kehutanan yang harapannya tidak berjarak dari para pemangku kepentingan utamanya. Selengkapnya
DIM Versi Masyarakat Sipil
Presentasi RDPU: Perubahan Total, Bukan Revisi Tambal Sulam
Evaluasi Filosofis
- Hak Menguasai Negara: mewarisi praktik kolonial (domein verklaring)
- UU 41/1999 langgengkan paradigma penguasaan negara atas hutan
- Sistem perizinan korporasi besar gagal capai ‘kemakmuran rakyat’
Evaluasi Sosiologis
- UU gagal mengakui pemaknaan hutan masyarakat adat dan lokal. Dibentuk oleh scientific forestry
- Pengukuhan kawasan hutan: legal but not legitimate; abai partisipasi
- Konflik tenurial luas dan belum terselesaikan
- Impunitas korporasi pelanggar hukum, masyarakat dikriminalisasi
- Proyek energi dan pangan perkuat perampasan hutan dan deforestasi
- Ketimpangan gender dan inklusi sosial diabaikan
Legal Opinion atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Seperti lazimnya struktur sebuah legal opinion, maka susunan legal opinion terhadap UU No. 41 tentang Kehutanan, selanjutnya disingkat dengan UUK, akan meliputi dua ranah pembahasan, masing-masing aspek materil dan aspek formil.
Dari aspek materil, secara garis besar, pembahasannya berkisar pada isi atau substansi yang diatur. Dari sini bisa diciptakan sejumlah aksentuasi yang spektrumnya tidak bergeser dari pembahasan mengenai isi. Spektrum aksentuasi bisa berupa: pemeriksaan kritis terhadap bagian ‘menimbang’, pemilihan topik-topik sentral dan strategis, pemeriksaan terhadap derajat keharmonisan antar ayat, pasal, bab maupun bagian, pemeriksaan terhadap apakah sebuah peraturan perundangan berkontradiksi dengan peraturan perundangan lain (eksternal) atau bahkan mengidap kontradiksi internal, atau apakah peraturan perundangan tersebut memiliki kemajuan-kemajuan dibandingkan dengan peraturan perundangan sebelumnya.
Siaran Pers: Sikap Koalisi Masyarakat Sipil
Jakarta, 17 Agustus 2025 – Di tengah momentum peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Koalisi Masyarakat Sipil Advokasi UU Kehutanan mendesak Ketua dan anggota Panitia Kerja Undang-Undang Kehutanan untuk lebih terbuka dalam proses revisi Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). Sejak dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2024-2029, proses konsultasi tidak terbuka luas bagi publik dan tidak sesuai dengan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation). UU Kehutanan dinilai telah melanggengkan praktik hukum kolonial yang keliru menafsirkan Hak Menguasai Negara. Selengkapnya
Matriks Uji Konsep RUU Kehutanan BKD DPR RI
MATRIKS POIN-POIN MATERI MUATAN RUU TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
- Rumusan Teks Uji Materi tentang Ketentuan Umum yang menyatakan “Hutan Adat adalah hutan hak yang berada di wilayah masyarakat hukum adat dan dikelola oleh masyarakat hukum adat melalui kearifan lokal dan hukum adatnya”, adalah belum selaras secara eksplisit dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, yang menyatakan bahwa Hutan Adat bukan bagian dari Hutan Negara. Istilah “hutan hak” masih bisa multitafsir. Dalam praktiknya, kerap ditafsirkan sebagai bagian dari “hutan negara yang diberikan hak pakai”, yang justru bisa memarjinalkan masyarakat adat. Rumusan juga belum menyebut pengakuan formal sebagai syarat administratif, padahal praktik di lapangan menunjukkan bahwa klaim masyarakat adat seringkali diabaikan karena belum diakui secara formal.
- Rumusan Teks Uji Materi yang menyatakan bahwa “Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945”, masih terlalu bersifat umum dan tidak mengarah langsung pada institusi teknis yang berwenang dalam urusan kehutanan. Dalam konteks tata kelola kehutanan, perlu ditegaskan bahwa “Pemerintah” merujuk pada lembaga eksekutif yang menjalankan fungsi teknis pemerintahan di sektor kehutanan, agar tidak terjadi kekaburan kewenangan.
- Frasa “melalui kearifan lokal dan hukum adatnya” bagus, namun harus dipertegas jaminan hukum dan pengakuannya oleh negara, termasuk perlindungan dari intervensi korporasi maupun pemerintah.Selengkapnya: Selengkapnya